Apakah reyog masih menjadi roh Ponorogo?
Salah satu komunitas reyog Ponorogo di Australia (Singo Sardjono) |
Saya pernah membayangkan Ponorogo menjadi kota karnaval yang besar.
Mengapa karnaval? Karena reyog adalah karnaval. Jika kemudian reyog
dalam Festival Reyog Nasional ditampilkan dalam format panggung dan
sendratari, itu sudah proses kreatifitas yang tidak tertahankan untuk
mengikuti jaman. Jember yang tidak punya akar karnaval bisa menjadi
salah satu kota karnaval terbesar di dunia. Harusnya ponorogo yang
mempunyai reyog sebagai roh kota bisa juga menjadi kota karnaval
terbesar di dunia. Namun ada pikiran yang mengganggu saat berjalan
menyusuri jalan kota, banyak jalan dibuat double way, jalan yang tentu
saja tidak pas untuk sebuah karnaval. Ingatan saya langsung pada kirab
pusaka tiap suro yang hasilnya ‘berantakan’ karena satu sebabnya jalan
yang doubel way. Jalan double way membuat karnaval berada di pinggir
yang tentu saja akan membuat berbagai masalah muncul. Saya hanya
bergumam dalam hati, “dulu yang mendesain jalan double way di Ponorogo
sepertinya tidak memikirkan arak-arakan reyog”. Jika reyog memang sudah
menjadi roh ponorogo, hal pertama yang dipikirkan tentang jalan adalah
bagaimana reyog bisa ‘melenggang’ indah di jalan-jalan kota. Namun jika
pembuat jalan saja tidak kepikiran hal sekecil ini, saya semakin kuat
menanyakan, Apakah reyog masih menjadi roh Ponorogo?
Semoga pertanyaan saya ini bisa terjawab dengan tegas oleh para sineas yang saat ini sedang bekerja keras mengatur waktu antara sekolah dan karya untuk FEFO 2014. Semoga. (Dimas Nur)
Semoga pertanyaan saya ini bisa terjawab dengan tegas oleh para sineas yang saat ini sedang bekerja keras mengatur waktu antara sekolah dan karya untuk FEFO 2014. Semoga. (Dimas Nur)
Comments
Post a Comment
Besar harapan kami dapat memberikan jembatan untuk dapat saling silaturahmi sesama warga Ponorogo dimanapun berada.
Tinggalkan komentar anda sebagai wujud partisipasi dukungan untuk kami. Terima kasih.