Malaysia! Musuh Bebuyutan yang Serumpun
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketegangan jelang laga final Piala AFF 2010 yang mempertemukan Timnas Indonesia dengan Malaysia, Minggu (26/12/2010) di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, tak hanya terasa di lapangan, tetapi juga di luar lapangan. Berbagai kalangan menyebut, bentrok dua negara serumpun ini bukan sekadar sarat gengsi tetapi juga emosi.
Itulah kondisi yang terjadi, mengingat hubungan kedua negara tetangga ini pasang surut menyusul beberapa insiden maupun kejadian yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Diawali ketika Malaysia secara tiba-tiba mencaplok dua pulau yang berada di sebelah timur Kalimantan yakni Pulau Sipadan dan Ligitan, tahun 2002. Malaysia mengklaim bahwa dua pulau itu masuk wilayah mereka setelah melakukan tahapan administrasi dan pengelolaan konservasi alam di kedua pulau itu.
Belum sembuh luka Indonesia atas hilangnya dua pulau tersebut, Malaysia kembali berulah. Kapal-kapal Angkatan Laut Malaysia beberapa kali menerobos masuk perbatasan laut Indonesia di Ambalat. Tak pelak, insiden ini memancing ketegangan kedua negara.
Terbaru, Marine Police Malaysia (MPM) tanpa alasan yang jelas menahan tiga staf Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang menggelar operasi di perairan Tanjung Berakit, Bintan, Kepulauan Riau (Kepri), yang saat itu mengamankan tujuh nelayan Malaysia menangkap ikan di wilayah tersebut, Agustus 2010.
Terkait insiden itu, berbagai kalangan di Tanah Air bereaksi. Mereka mengecam sikap Malaysia yang dianggap telah melecehkan bangsa Indonesia. Masyarakat mendesak agar Indonesia memutuskan hubungan bilateral dengan negeri jiran tersebut.
Tak hanya soal wilayah dan perbatasan, hubungan kedua negara juga sempat memanas ketika publik tiba-tiba dikejutkan dengan munculnya lagu Rasa Sayange dalam kampanye pariwisata Malaysia, Oktober 2007 silam.
Seperti diketahui, Rasa Sayange atau Rasa Sayang-Sayange adalah lagu daerah yang berasal dari Maluku. Lagu ini selalu dinyanyikan secara turun-temurun sejak dahulu untuk mengungkapkan rasa sayang mereka terhadap lingkungan dan antarsesama.
Usai mengklaim Lagu Rasa Sayange, secara susul menyusul negara serumpun ini mengklaim sejumlah kesenian dan kebudayaan Indonesia, di antaranya, Reog Ponorogo, Angklung, cerita rakyat, batik, dan lainnya.
Antisipasi agar kesenian dan kebudayaan tersebut tak jatuh ke tangan Malaysia, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata langsung mendaftarkan ratusan ribu kebudayaan Tanah Air sebagai hak atas kekayaan intelektual (HaKI).
Atas berbagai insiden dan kejadian tersebut, belum dapat diprediksi kapan hubungan Indonesia dan Malaysia bisa harmonis dan saling menghargai satu sama lain. Justru, kehadiran Piala AFF 2010, yang mempertemukan Indonesia dan Malaysia di laga final pada 26 dan 29 Desember 2010 menjadi moment bagi Timnas Indonesia membalas kelakuan Malaysia selama ini terhadap Indonesia.
Aroma balas dendam itu sudah terasa dalam beberapa hari terakhir jelang leg pertama final Piala AFF 2010 di Stadion Bukit Jalil, Malaysia.
Pembaca Tribunnews.com, Gun_Harapan dalam komentarnya di berita berjudul Suporter Malaysia Ancam Hina Lagu Indonesia Raya menulis "Timnas Ganyang Aja Malaysia. Gonzales Golmu Untuk TKI, Okto Golmu Untuk Sipadan dan Ligitan, Irfan Golmu Untuk Orang Pecundang Yang Mengklaim Batik dan reog..."
Demikian halnya komentar Rahman_Kren, dia menulis,"Ayo Indonesia hantam Malaysia 2-0 di kandangnya sendiri. Biar Malaysia tahu rasa."
Sementara, pembaca lainnya, Habriyani di berita terkait dengan polos berkomentar,"Musuh bebuyutan yang serumpun."
Laga final Piala AFF 2010 bakal menjadi perhelatan paling menentukan, siapa yang terbaik di ASEAN. Meski Timnas Indonesia mampu menjebol gawang Malaysia dengan skor telak 5-1 pada babak penyisihan, namun tim besutan Rajagobal tersebut tak bisa dianggap remeh. Di babak semifinal mereka mampu mengalahkan tim kuat Vietnam, mantan juara Piala AFF 2008, dengan agregat 2-0.
Kepercayaan terhadap Timnas Merah Putih akan mampu mengalahkan Malaysia di final diungkapkan mantan pemain Timnas Indonesia era 70-an Andjas Asmara. Ia yakin Firman Utina Cs mampu menumbangkan Malaysia. Pasalnya, di bawah kepemimpinan Alfred Riedl, disiplin pemain timnas makin bagus, baik di luar dan di dalam lapangan.
"Saya tahu, nyali Malaysia nggak ada apa-apanya. Insyallah kita menang, sikat habis nggak ada peduli," tegas Andjas.
Penulis: Anwar Sadat Guna | Editor: Anwar Sadat Guna
Itulah kondisi yang terjadi, mengingat hubungan kedua negara tetangga ini pasang surut menyusul beberapa insiden maupun kejadian yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Diawali ketika Malaysia secara tiba-tiba mencaplok dua pulau yang berada di sebelah timur Kalimantan yakni Pulau Sipadan dan Ligitan, tahun 2002. Malaysia mengklaim bahwa dua pulau itu masuk wilayah mereka setelah melakukan tahapan administrasi dan pengelolaan konservasi alam di kedua pulau itu.
Belum sembuh luka Indonesia atas hilangnya dua pulau tersebut, Malaysia kembali berulah. Kapal-kapal Angkatan Laut Malaysia beberapa kali menerobos masuk perbatasan laut Indonesia di Ambalat. Tak pelak, insiden ini memancing ketegangan kedua negara.
Terbaru, Marine Police Malaysia (MPM) tanpa alasan yang jelas menahan tiga staf Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang menggelar operasi di perairan Tanjung Berakit, Bintan, Kepulauan Riau (Kepri), yang saat itu mengamankan tujuh nelayan Malaysia menangkap ikan di wilayah tersebut, Agustus 2010.
Terkait insiden itu, berbagai kalangan di Tanah Air bereaksi. Mereka mengecam sikap Malaysia yang dianggap telah melecehkan bangsa Indonesia. Masyarakat mendesak agar Indonesia memutuskan hubungan bilateral dengan negeri jiran tersebut.
Tak hanya soal wilayah dan perbatasan, hubungan kedua negara juga sempat memanas ketika publik tiba-tiba dikejutkan dengan munculnya lagu Rasa Sayange dalam kampanye pariwisata Malaysia, Oktober 2007 silam.
Seperti diketahui, Rasa Sayange atau Rasa Sayang-Sayange adalah lagu daerah yang berasal dari Maluku. Lagu ini selalu dinyanyikan secara turun-temurun sejak dahulu untuk mengungkapkan rasa sayang mereka terhadap lingkungan dan antarsesama.
Usai mengklaim Lagu Rasa Sayange, secara susul menyusul negara serumpun ini mengklaim sejumlah kesenian dan kebudayaan Indonesia, di antaranya, Reog Ponorogo, Angklung, cerita rakyat, batik, dan lainnya.
Antisipasi agar kesenian dan kebudayaan tersebut tak jatuh ke tangan Malaysia, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata langsung mendaftarkan ratusan ribu kebudayaan Tanah Air sebagai hak atas kekayaan intelektual (HaKI).
Atas berbagai insiden dan kejadian tersebut, belum dapat diprediksi kapan hubungan Indonesia dan Malaysia bisa harmonis dan saling menghargai satu sama lain. Justru, kehadiran Piala AFF 2010, yang mempertemukan Indonesia dan Malaysia di laga final pada 26 dan 29 Desember 2010 menjadi moment bagi Timnas Indonesia membalas kelakuan Malaysia selama ini terhadap Indonesia.
Aroma balas dendam itu sudah terasa dalam beberapa hari terakhir jelang leg pertama final Piala AFF 2010 di Stadion Bukit Jalil, Malaysia.
Pembaca Tribunnews.com, Gun_Harapan dalam komentarnya di berita berjudul Suporter Malaysia Ancam Hina Lagu Indonesia Raya menulis "Timnas Ganyang Aja Malaysia. Gonzales Golmu Untuk TKI, Okto Golmu Untuk Sipadan dan Ligitan, Irfan Golmu Untuk Orang Pecundang Yang Mengklaim Batik dan reog..."
Demikian halnya komentar Rahman_Kren, dia menulis,"Ayo Indonesia hantam Malaysia 2-0 di kandangnya sendiri. Biar Malaysia tahu rasa."
Sementara, pembaca lainnya, Habriyani di berita terkait dengan polos berkomentar,"Musuh bebuyutan yang serumpun."
Laga final Piala AFF 2010 bakal menjadi perhelatan paling menentukan, siapa yang terbaik di ASEAN. Meski Timnas Indonesia mampu menjebol gawang Malaysia dengan skor telak 5-1 pada babak penyisihan, namun tim besutan Rajagobal tersebut tak bisa dianggap remeh. Di babak semifinal mereka mampu mengalahkan tim kuat Vietnam, mantan juara Piala AFF 2008, dengan agregat 2-0.
Kepercayaan terhadap Timnas Merah Putih akan mampu mengalahkan Malaysia di final diungkapkan mantan pemain Timnas Indonesia era 70-an Andjas Asmara. Ia yakin Firman Utina Cs mampu menumbangkan Malaysia. Pasalnya, di bawah kepemimpinan Alfred Riedl, disiplin pemain timnas makin bagus, baik di luar dan di dalam lapangan.
"Saya tahu, nyali Malaysia nggak ada apa-apanya. Insyallah kita menang, sikat habis nggak ada peduli," tegas Andjas.
Penulis: Anwar Sadat Guna | Editor: Anwar Sadat Guna
Comments
Post a Comment
Besar harapan kami dapat memberikan jembatan untuk dapat saling silaturahmi sesama warga Ponorogo dimanapun berada.
Tinggalkan komentar anda sebagai wujud partisipasi dukungan untuk kami. Terima kasih.