MEWARISI NILAI DAN SEMANGAT WAROK-WAROK PONOROGO

Warok-warok Singolodoyo USA
Cerita tentang kehebatan warok-warok Ponorogo sebagai benteng penjaga kebenaran begitu melekat di hati Masyarakat Ponorogo. Hal ini begitu dikenal bukan hanya di Ponorogo sendiri tapi sampai ke selurug tanah Jawa, Sumatra bahkan ke Semenanjung Malaysia. Ini semua menjadi gambaran, betapapun Ponorogo hanyalah sebuah Kabupaten kecil, tapi mempunyai sumbang sih yang tidak kecil terhadap msyarakat luas.

Di Malaysia misalnya sampai dengan tahun 60 -an juga ada seorang asli Ponorogo sebut saja warok Ponorogo yang karena ketokohannya dalam membela kebenaran, oleh masyarakat setempat diangkat menjadi Penghulu atau setingkat Lurah, namanya Warok Paiman. Penghulu Paiman ini sangat disegani sebagai seorang yang pemberani menaklukkan para begal dan perampok di salah satu tempat di Malaysia sehingga Msyarakat sekitar mengangkat sebagai Penghulu. Penghulu Paiman tepatnya berasal dari Desa Blembem - Sungkur, Jambon, Ponorogo. Saat ini kabarnya anak cucu Penghulu Paiman sukup sukses sebagai pedagang atau pebisnis dan banyak yang menduduki birokrasi di Malaysia.


Yang juga tidak boleh dilupakan adalah bahwa di Ponorogo juga terdapat Pondok Pesantren besar, Pondok Pesantren Gontor. Pesantren ini didirikan pada jaman Belanda dan sampai sekarang menjadi icon dan kiblat dari pesantren pesantren di Indonesia. Pesantren ini dikelola secara sangat modern dan terkenal mencetak tokoh tokoh yang cukup terkenal misalnya, tokoh pembaharu pemikiran Islam modern Prof. Dr. Nurcholis Madjid , Ketua PB NU Hasyim Muzadi, Ketua MPR Hidayat Nurwahid, seniman nyleneh Emha Ainun Nadjib, penulis buku 7 Menara Akhmad fuadi, dan tentu masih banyak lagi yang bertengger dari pelosok desa sampai ke pusat sebagai "pencerah" di bidang masing masing. Sampai saat ini Gontor telah membuka cabang tidak kurang dari 11 cabang mulai dari Sabang sampai Meraoke.

Di awal kemerdekaan sampai masa kejayaan pemerintahan Bung Karno, Bung Karno juga sering mengunjungi Ponorogo baik secara kenegaraan atau pribadi. Bahkan Bung Karno kepincut dengan kelembutan dan kehalusan budi putri Ponorogo yang bernama Hartini. Hartni yang berasal dari desa Kertosari Ponorogo ini dipersunting menjadi salah satu istri Bung Karno dan mendapat tempat yang istimewa di hati Bung Karno.

Di jaman peristiwa GESTAPU th 65, Banser (Barisan Ansor Serba Guna) juga mempunyai peran yang sangat significant dalam menumpas pemberontakan PKI. Konon kabarnya, pada jaman itu para kaum muda NU menyabung nyawa untuk mengimbangi gerombolan yang melakukan teror dan perampokan khususnya para tokoh dan kyai kyai.

Sampai dengan tahun 80-an di Ponorogo juga tumbuh subur organisasi beladiri seperti, Batara Perkasa, Tapak Suci, SH Teratai, SH Muda, Gasma Gus Ma'sum dan tentu masih banyak lagi yang tak disebutkan disini. Antar organisasi beladiri pada waktu itu mempunyai persahabatan yang sangat erat, jarang sekali terjadi pertikaian antar perkumpulan meski sering diadakan kompetisi atau "sabung bebas".

Di sepak bola Ponorogo juga menyumbangkan nama Waskito, anak asli Ponorogo yang bermain di Persebaya dan menjadi salah satu oemain inti PSSI.

Di bidang Politik, ada nama Soeryadi asal Ngrayun yang menjadi ketua PDI sebelum menjadi PDIP, ada aktifis Malari Hery Akhmadi yang belakngan memperkuat barisan PDIP Megawati.

Beberaha hal yang diuraikan di atas adalah menjadi mozaik dan kebanggaan masyarakat Ponorogo. Bahwa di Ponorogo ini juga banyak sekali terdaoat nilai nilai atau kearifan lokal yang apabila kita gali bisa diaktualisasikan untuk kehidupan modern sekarang ini. Mereka para tokoh tokoh atau leluhur kita itu sangat punya nyali, semangat juang dan daya saing yang tidak "gemen gemen". Mreke pasti bukan jago kandang yang bisanya hanya membanggakan kekayaan atau kehebatan orang tuanya . Namun mereka mampu menjadi dirinya sendiri untuk menapaki dunia yang sedang digelutinya.

Para Warok yang sakti mandraguna jayeng palugon, boleh jadi sekarang sudah tidaak ada lagi di Ponorogo, karena tergerus arus jaman yang selalu saja berubah. Tak perlu disesali karena begitulah adanya. Semua tiada yang abadi, yang abadi adalah perubahan itu sendiri.
Pertanyaanya sekarang :
Apakah kita kita sebagai anak anak muda Ponorogo saat ini mampu mewarisi semangat dan nilai nilai para pendahulu kita?
Ataukah justru kita terjebak oleh suasana serba ada yang bersifat materialistik dimana kita menjadi lembek, tidak punya daya saing kuat?
Ataukah kita menjadi bingung dan tak jelas ke arah mana harus melangkah?

Barangkali kita bisa menjadikan nilai nilai dan semangat para leluhur kita yang sudah teruji dan mampu bersaing dengan orang lain itu kita ambil dan kita aktualkan dalam semangat diri kita masing masing.

wallahu a'lam bissawab.

Samsul Bahri

Comments

  1. pawargo punya kantor gak?
    saya ingin berkunjung
    mohon balasannya

    ReplyDelete
  2. perkumpulan di sangatta kaltim ada ga..? Sya dnger2 ada,, tp sudah 7bln dsni ga ktemu2.. Boleh minta nomor tlfon / alamt nya kah...

    ReplyDelete

Post a Comment

Besar harapan kami dapat memberikan jembatan untuk dapat saling silaturahmi sesama warga Ponorogo dimanapun berada.
Tinggalkan komentar anda sebagai wujud partisipasi dukungan untuk kami. Terima kasih.

Popular posts from this blog

Reog Dulu dan Sekarang : di Balik Tirai Warok-Gemblak

Menikmati suasana pasar malam Ponorogo