sate Tukri Sobikun

Dalam dunia persatean, sate ayam Ponorogo masuk gagrak bumbu kacang seperti sate Madura. Penggemar sate gagrak ini akan memberi nilai plus bila bumbunya pas. Soal daging sih tidak terlalu berbeda kecuali tingkat kematangan dan aroma berbeda.
Ada dua jenis bumbu sate yang dikenal umum yaitu yang memakai kacang tanah diulek dan bumbu kecap plus irisan cabai dan bawang merah. Sebenarnya ada lagi bumbu yang menggunakan santan agar lebih gurih. Kini sate Madura yang ada di Jawa mulai menyesuaikan diri dengan lidah pembelinya. Bumbu kacang ditambah irisan bawang merah dan cabai. Apapun topingnya, kunci utama tetap pada daging yang dibakar.
Di Ponorogo, ada dua kampung sate yang tersohor. Kampung pertama, dikenal dengan Gang Sate, tempat si legendaris Sate Ayam Tukri Sobikun. Tepatnya di Jl Lawu Gang I No 43, Kelurahan Nologaten, Kecamatan/Kabupaten Ponorogo. Kampung sate kedua yang juga diberi nama Gang Sate di Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo.

Sate di Jl Lawu berjualan di rumah dan tidak di angkringan. Sebaliknya, sate ayam yang berasal dari Gang Sate di Kelurahan Setono, dijual di angkringan pinggir jalan dan sudah menyebar hingga Madiun, Pacitan, Trenggalek, serta Wonogiri, Jawa Tengah.
Memasuki Gang Sate, Jl Lawu, langsung tercium aroma gurih dan manis dari pembakaran sate ayam. Yang ada di Gang Sate memang semuanya sate ayam, tidak ada sate kambing. Para pedagang sate ayam di situ masih berkerabat dengan keluarga besar Tukri Sobikun.
Sate ayam Tukri Sobikun di Ponorogo menjadi magnet pecinta kuliner. Selain mengandalkan sambal kacang yang gurih dan manis, di tempat itu satenya disajikan berbeda. Daging ayam tidak dipotong-potong kemudian dirangkai dengan tusuk sate. Daging ayamnya utuh dari ujung hingga pangkal tusuk sate. Tidak tampak lemak yang biasanya diselipkan di antara daging.
Selain tusukan daging yang besar, rasa daging ayam yang empuk membuat ketagihan. Apalagi, harganya terjangkau, sehingga pelanggannya mulai dari masyarakat lapisan ke bawah hingga presiden.
“Hingga kini, belum ada pelanggan yang komplain atas menu kami. Mereka tahu rasa dan harga kami. Satu porsi berisi 10 tusuk, lontong, es jeruk atau es teh hanya Rp 16.000. Seporsi sate itu tidak akan habis dimakan anak-anak karena porsinya memang besar,” kata Hj Siti Amini (60) istri almarhum Tukri, bangga.
Selain menampung 11 pembuat sate ayam, kini rumah makan itu menampung 22 pekerja, termasuk anaknya. “Setiap hari, di tempat ini saja menghabiskan 75-100 ekor ayam, di luar kebutuhan 11 penjual sate di sekitar sini. Semua pembuat sate ayam di gang ini saya ‘gendong’. Khusus sambal, yang membuat rasa khas sate Tukri Sobikun, tetap kami yang membuat agar citra rasa tidak berubah dan pelanggan tidak jera,” terang Amini.
Tahan Tiga Hari
Usaha ini diawali oleh Mbah Suro yang berjualan sate keliling. Usaha itu dilanjutkan Sobikun dan diturunkan kepada Tukri pada tahun 1975. Tukri berjualan di depan depot Arjo Mesiran, di Jl Ahmad Dahlan, Ponorogo setiap malam. Makin lama banyak yang suka.
Bagi Rihan (40) yang warga Malang, sate Tukri Sobikun harus dinikmati ketika ke Ponorogo. Dia juga selalu membawa sebagai oleh-oleh ke Malang. Untuk oleh-oleh, sate dikemas dalam besek (wadah dari anyaman bambu).
Ny Merry (35) yang tinggal di Jakarta dan ditemui tengah makan sate di Gang Sate, mengaku selalu membawa sate ayam ini. “Kadang-kadang saya membawa banyak keranjang karena banyak yang menitip,” tuturnya.
Amini juga melayani pesanan yang dikirim melalui travel ke Surabaya, Malang, Jombang serta sejumlah kota di Jawa Timur. Sate ayam ini bisa bertahan sampai tiga hari.
Amini juga melayani pesanan yang dikirim melalui travel ke Surabaya, Malang, Jombang serta sejumlah kota di Jawa Timur. Sate ayam ini bisa bertahan sampai tiga hari.

Sumber : surya.co.id
Penulis : wan Editor : Heru Pramono

Comments

Popular posts from this blog

Reog Dulu dan Sekarang : di Balik Tirai Warok-Gemblak

Menikmati suasana pasar malam Ponorogo