Sentra Kerajinan Sangkar Burung Desa Ketonggo

Sangkar burung, Produk unggulan desa Ketonggo
Desa Ketonggo merupakan sentra kerajinan bambu dengan berbagai item terutama sangkar burung. Usaha rumahan tersebut sudah ditekuni warga Desa Ketonggo sejak puluhan tahun silam. “Usaha sangkar burung ini memang turun temurun dan sudah ada sejak dulu, sebelum kami lahir,” ujar Miseri alias Banjir, salah satu pengrajin sangkar burung.

Bukan hanya itu ada beberapa warga Desa Ketonggo yang menekuni kerajinan tangan selain sangkar burung, yaitu miniatur pesawat terbang. Proses pembuatan sangkar burung di Desa Ketonggo memang dikenal sejak dulu dan ternyata proses pembuatannya mulai dari nol (barang belum jadi) berada di Desa 
Ketonggo. “Khusus rotannya kita datangkan dari luar kota, yaitu dari Solo,” paparnya.

Dia menerangkan usaha kerajinan sangkar burung bukan hanya ditekuni oleh orang tua saja, tetapi hampir semua pemuda di Desa Ketonggo rajin dan menggantungkan kehidupannya kepada sangkar burung. Hingga saat ini tercatat sekitar 100 KK di Desa Ketonggo yang menekuni usaha pembuatan sangkar burung atau kurungan (bahasa Jawa).

Lebih lanjut, Pak Banjir yang juga Ketua Kelompok Pengrajin sangkar Burung ‘Langit Biru’ menuturkan produk sangkar burung dari Desa Ketonggo saat ini mampu menembus pasar nasional, mulai Yogyakarta hingga pulau Dewata Bali. Produksinya pun mencapai ribuan setiap bulannya. “Kami sendiri yang setiap minggunya mengirim sangkar burung jadi ke luar kota,” akunya. 

Sangkar burung, tak ubahnya figura. Sebuah lukisan akan terangkat kualitasnya bila didukung figura yang sesuai dan berkelas. Hal ini berlaku pula pada seekor burung. Seekor burung akan terlihat berbobot bila berada di sangkar yang pas dan bagus. Apalagi burung tersebut derkuku, puter, poksay, cucakrowo, perkutut dan yang sekelasnya.

Dalam pembuatan sangkar burung menggunakan bahan baku bambu apus, kayu sengon laut, tampar agel dan rotan. Agar hasil sangkar bertambah bagus maka perlu ditambah asesoris seperti mahkota, kaki, gantungan dan thangkringan (tempat pijakan burung).

Selera pasar akan sangkar burung cenderung berubah-ubah. Apalagi pasca lomba. Pasti ada sangkar burung yang menjadi trend saat itu. Biasanya pada finishingnya. Pada bagian atas sangkar ada lukisan yang menjadi simbol trend. Seperti Naga, Arwana, Phoenix, Jatayu dan sebagainya, yang biasa dilukis secara halus dengan menggunakan airbrush dengan berbagai Ukuran mulai 40 cm 70 cm diameter 2mm 3,5mm.

Para pengrajin sangkar burung di Desa Ketonggo saat ini mengaku kekurangan permodalan. “Kami saat ini sangat membutuhkan dukungan modal usaha untuk mengembangkan usaha kerajinan sangkar burung ini,” keluhnya.

Lebih jelas Banjir menambahkan bahwa selain permodalan, saat ini para pengrajin juga membutuhkan peralatan usaha. “Alat yang kita gunakan untuk memproduksi sangkar burung ini sangat tradisional dan merupakan kreasi kita sendiri, dengan harga jual mulai 100 ribu hingga satu sampai dua juta rupiah tergantung jenis, model serta tingkat kesulitan pembuatan nya,” bebernya.

Oleh karenanya, ia bersama warga lainnya berharap kepada Pemkab Ponorogo maupun pihak lainnya untuk membantu merealisasikan keinginan para pengrajin sangkar burung di Desa Ketonggo. “Kami sangat berharap segera ada perhatian dari pihak terkait terkait permodalan usaha dan bantuan peralatan pembuatan sangkar burung,” pintanya penuh harap.

Sumber : Lingkar kota.com

Comments

  1. Menarik dan kreatif sekali. Saya pernah belajar mnganyam rotan yang butuh ketelatenan. Dengan semakin banyaknya orang yang berternak burung (kebanyakan kenari) tentu ini akan menjadi sumber penghasilan yang pada akhirnya bisa dikembangkan lebih besar.

    ReplyDelete

Post a Comment

Besar harapan kami dapat memberikan jembatan untuk dapat saling silaturahmi sesama warga Ponorogo dimanapun berada.
Tinggalkan komentar anda sebagai wujud partisipasi dukungan untuk kami. Terima kasih.

Popular posts from this blog

Reog Dulu dan Sekarang : di Balik Tirai Warok-Gemblak

Menikmati suasana pasar malam Ponorogo