Kesendirian dan kesuksesan.

Hahahahhaa akhirnya nulis lagi.
Bagaimana dengan tulisan saya yang sebelumnya???
Apa ada buanyak kesalahan penulisan???
Atau banyak kekurangan???

Hehehe, semua itu adalah proses pembelajaran. Tanpa ada koreksi dan kritik saran dari pembaca, karya tulisan itu tidak ada apa-apanya.
Ops, kali ini saya mengalami suatu masa. Dimana semua orang sibuk dengan urusan kerjaan masing-masing, entah dengan lahan sawahnya yang luasnya 10 Ha, ternak kambing 50 ekor atau bahkan ternak rumah. Semua itu membuat lupa akan arti dari kesuksesan itu sendiri. Di saat itu saling tegur sapa dan salam jarang terdengar antar mereka. Hal ini tentu membuat suasana yang ‘dulu’ pernah indah, membuat ada jarak dan ruang. Hmm, bukankah dulu keakraban itu masih terasa indah?? Di saat hujan gerimis sore itu bersama, ada di sebelah kanan pak Bambang, sebelah kiri pak Jupri, sebelah kirinya ada pak Jampang, di depan ada pak Misri, dan di sampingnya ada pak Muji. Dengan secangkir kopi tubruk (asli gorengan DW), sekejab menghangatkan badan yang terasa dingin karena hujan. 

Hahahahhaa, xixixixiixxi, suara gemuruh mengimbangi tetes air hujan yang mengenai atap seng sebuah gubug. Tak tahu kemana arah obrolan saat itu, saling ngobrol masalah bini atau harga cabe yang kian lama bersaing dengan emas. Tak tahu topik apa yang terjadi. Sangat terasa sangat keakraban dan kekeluargaan yang terjadi. Dulu pak Bambang yang kurus dan berkumis semampai itu, kini telah tinggal di kota Metropolitan. Dengan bisnis yang luar biasa megah dan serba mewah. Kini hidupnya hampir semua terpenuhi, mobil di garasi rumah utamanya berjajar. Mulai berplat nomer 1 (satu digit), bermerk eropa, bahkan bertuliskan B 8055 S. Wow, kini pak Bambang sudah berrevolusi. Sudah bisa juru sulap.

*) bersambung

Comments

Popular posts from this blog

Reog Dulu dan Sekarang : di Balik Tirai Warok-Gemblak

Menikmati suasana pasar malam Ponorogo