Fenomena Festival Reyog Nasional di masyarakat
Perjalanan Festival Reyog Nasional (FRN) sejak tahun 1995, membawa pada perkembangan bentuk pertunjukan Reyog Ponorogo. Sebuah bentuk perkembangan kesenian yang meliputi berbagai wilayah garap artistik pertunjukan. Perubahan yang cukup signifikan terjadi pada bentuk pertunjukan yang pada awalnya komunal dan akrab dengan penonton, kini menjadi format bentuk drama tari dengan pertimbangan estetika panggung yang sangat ketat.
Di balik perkembangan Festival Reyog Nasional (FRN) yang sangat pesat pada wilayah garap artistik, namun ada pula problematik yang menyertainya. Berdasarkan pengamatan dan keterlibatan selama empat tahun terakhir, saya mendapati fenomena yang cukup menarik. Sebuah fenomena jual beli paket penyajian tari Reyog juga sering terjadi dalam penyelenggaraan FRN di kabupaten Ponorogo. Contoh bentuk jual beli paket penyajian sebagai berikut : semisal ada satu grup Reyog peserta dari luar jawa yang datang ke Ponorogo saat sebelum FRN berlangsung tetapi, kedatangan mereka tidak dalam satu tim utuh.
Biasanya mereka datang hanya dua orang official yang membawa sejumlah uang untuk kemudian membeli paket penyajian tari Reyog pada salah satu sanggar di Ponorogo. Sehingga praktis grup tersebut hanya titip nama saja, dan tidak tampil dari personel mereka sendiri. Pada perkembangan 4 tahun terakhir, cukup banyak grup dari luar jawa dan bahkan grup-grup Reyog dari kecamatan lokal Ponorogo yang juga mulai melakukan praktik semacam ini.
Implikasi teknisnya adalah beberapa sanggar besar di Ponorogo bisa tampil 4 sampai 5 kali dalam satu rangkaian even FRN. Disatu sisi memang bagi teman-teman yang terlibat di sanggar, cukup memperoleh keuntungan yang luar biasa (ada yang bilang “FRN adalah saatnya panen tanggapan/pentas”), namun demikian bagaimana dengan kesenian reyog kedepannya?. Sebenarnya adanya jual beli penyajian tari Reyog sudah tercium sejak awal penyelenggaraan FRN pada tahun 1995. Hanya saja pada tahun 1995-1999 terjadi masih secara partikular, artinya jual beli tidak pada satu paket penyajian utuh, tetapi hanya pada peran-peran tertentu atau sering disebut dengan istilah pinjam-meminjam pemain (penari).
Sebuah festival yang semestinya bisa menjadi ajang sharing kreativitas dalam karya seni, telah ternodai oleh kepentingan sesaat dari segelintir orang. Jika dalam FRN jua terjadi perkembangan semacam ini, maka apakah revitalisasi (dalam arti pemberdayaan/pelestarian) pada kesenian Reyog Ponorogo bisa dikatakan berhasil? Sebuah tanda Tanya besar tentunya!
Di sini saya mengharapkan perhatian saudara sekalian, apalagi hubungannya dengan perkembangan Reyog di luar daerah Ponorogo lebih lanjut...
Dalam hal penyajian dan pengaruh perkembangan kebudayaan Reyog, BAGAIMANA SEBENARNYA PENYELENGGARAAN Festival Reyog Nasional (FRN) menurut saudara sekalian??
Maju dan berkembangnya kebudayaan Indonesia berawal dari setiap langkah kecil kita sebagai warga negara yang Bermartabat dan berbudi.
Sebuah artikel yang sengaja kami tampilkan dalam rangka perayaan Grebeg Suro 2009 dan Festival Reyog Nasional Ponorogo ke XVI.
Semoga bermanfaat.
*Dedy Satya Amijaya
"Reog" kesenian kebanggaan kita khususnya warga Ponorogo,dan kami warga Ponorogo yang merantau sangat mengharapkan kesenian kt ada byk perkembangan,selain segi penampilan dan jg kerukunan ataupun byknya Festifal yg digelar.Namun kami sangat prihatin apabila dlm festifal ataupun pentas msh menggunakan tenaga pinjaman padahal dari penari2 yang ada (dlm sebuah group ) tentunya byk sekali penari yg handal dan kreatif,dan suatu kebanggaan apabila sebuah group itu sendiri bs kreatif atau bersama penari2nya bs menampilkan kreastifitas sendiri.....salam dr Borneo
ReplyDeletepenelusuran selanjutnya, saya mendapatkan informasi bahwa pinjam-meminjam pemain dalam FRN disebabkan oleh beberapa faktor:
ReplyDelete1. minimnya pelatih di grup-grup reyog yang ada di luar jawa.
2. laju perkembangan garap artistik pertunjukan yang tidak merata, yang sering kali membuat minder bagi grup-grup reyog dari luar daerah
3. terbatasnya pemain penari (pembarong), dalam regenerasi.
4. dan minimnya dana, untuk bisa datang secara full tim, membutuhkan dana yang tidak sedikit, sementara keinginan untuk berpartisipasi sangat besar.
""Dari sekian banyak kendala, mari kita coba merenungkan kembali dan coba mencari pemecahan dari keempat masalah diatas""...demi kejayaan kesenian Reyog diseluruh persada nusantara.
namun sejauh ini, antusiasme warga ponorogo diluar jawa,untuk terlibat dalam FRN masih cukup besar, dan sangat luar biasa, SEMOGA KEKOMPAKAN DAN KEBERSMAAN INI BISA LANGGENG SELAMA-LAMANYA..AAMIIN. hidup reyog, hidup ponorogo.
hidup Ponorogo
ReplyDelete