Sejarah tentang asal-usul kabupaten Ponorogo

BAB I
P E N D A H U L U A N

Menyadari akan relevansi aspek sejarah bagi suatu masyarakat dengan segala kompleksitas kepentingannya maka Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo bekerja sama degan beberapa pihak berupaya untuk melacak, menelusuri, dan menggali keseahteraan masyarakat Ponorogo.
Seperti telah kita meklumi bersama bahwa sejarah bukanlah hanya rekonstruksi masa lampau malainkan juga proyeksi kepentingan masa kini dan perspektif masa depan.
Sejarah bagi suatu masyarakat mempunyai beberapa pokok kegunaan anatara lain :
sejarah memberikan pelajaran kepada masyarakat bangsa yang memiliki sejarah itu. Karenanya, sering kita temui dan kita dengar ungkapan, “Belajarlah lewat sejarah karena sejarah memberi pelajaran kepada kita. Dengan mempelajari sejarah manusia akan bijaksana.”
Sejarah memberikan inspirasi, aspirasi, motivasi, dan semangat perjuangan.
Sejarah memberikan suri tauladan dan kebanggaan bagi masyarakat pemiliknya.


Berangkat dari konsepsi pemikiran dan formulasi kepentingan tersebut di atas maka dalam upaya menggali sejarah Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo diperlukan adanya kesamaan persepsi logika sejarah.
Maksudnya, sejarah Ponorogo adalah sejarah local dan sangat berbeda dengan sejarah nasional, walaupun muara dari keduanya memiliki kesatuan dan kesamaan yang jarring-jaring esensinya saling mengisi. Dari segi materi, lokasi, dan periodisasinya jelas tidak dapat disamakan karena sasaran pokok sejarah local ialah “Asal Usul dan Pertumbuhan dari kelompok Masyarakat Lokal.”. Demikianlah pendapat Finberg dalam bukunya “Lokal History : Objektive and Pursuit”. Pemikiran yang penting dari rumusan ini ialah bahwa problema-problema pokok haruslah bertolak dari realita tersebut. Jadi, perbedaan antara sejarah nasional, mungkin kuranh berarti dalam sejarah lokal. Jadi, walaupin kedua tingkat sejarah ini dapat berkaitan, namun keduanya secara metodologi harus terpisah.2.
Dengan demikian, pembabakan atau periodisasi Sejarah Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo tidak mungkin sama dengan sejarah lokal lainnya
Untuk pembabakan lebih lanjut di sini perlu di berikan batasan istilah yang digunakan dalam naskah Hari Jadi Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo :
Hari jadi adalah waktu/saat mulai berdirinya Pemerintah Kadipaten Ponorogo yang didirikan oleh Batoro Katong. Yang selanjutnya, berkembang menjadi Kabupaten Ponorogo, kemudian menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo
Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo adalah nama wilayah yang dibatasi sebelah utara Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan, sebelah timur Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Trenggalek, sebelah selatan Kabupaten Pacitan, dan sebelah barat Kabupaten Wonogiri
Dalam naskah ini sejarah Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo digunakan istilah Sejarah Ponorogo

ALASAN PENYUSUNAN SEJARAH PONOROGO
Perlu diketahui bahwa ada beberapa alasan yang cukup mendasar mengapa Sejarah Ponorogo perlu digali, perlu disusun, dan apa artinya sejarah digali dan disusun. Sementara pada masa-masa penjajahan telah dikenal Sejarah Indonesia maupun sejarah para penjajahnya sendiri dan inilah yang harus ditelaah oleh Bangsa Indonesia. Celakanya, sejarah yang disusun oleh Bangsa Barat atau penjajah itu tidak sesuai dengan kepribadian dan kepentingan Bangsa Indonesia sendiri.
Satu hal yang jelas pada saat itu sejarah untuk kepentingan si penjajah.
Adapun alasan-alasan penggalian dan penyusunan Sejarah Ponorogo adalah :
Ingin mengetahui dan memahami Sejarah ponorogo sendiri guna melihat sejarah perjuangan nenek moyangnya
Setelah mengetahui dan memahami dapatlah dijadikan suatu pelajaran atau petunjuk bagi penentuan kebijaksanaan Pemerintah Daerah Tingkat II Ponorogo dan Prospek kehidupan rakyat ponorogo pada masa mendatang.
Sebagai suatu usaha untuk mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting dan berguna bagi generasi mendatang dan generasi penerus yang mau melanggengkan budaya bangsa.
Sebagai suatu cermin bagi pemimpin-pemimpin dan rakyat ponorogo agar meniru hal-hal yang positif serta mengusahakan agar tidak terulang kembalinya peristiwa-peristiwa yang merugikan dan menyedihkan
Sebagai suatu usaha untuk menyingkap mutiara-mutiara yang telah terpendam demi melestarikan dan melanggengkan kepribadian budaya masyarakat Ponorogo.

Dengan demikian, jelas betapa pentingnya sejarah masyarakat perlu digali dan disusun kembali untuk disajikan demi masa depan generasi muda agar mereka memiliki cermin generasi sebelumnya. Sejarah dan penyusunnya mempunyai kewajiban dan tamggumg jawab moral kepada ahli warisnya. Maka dari itu, sejarah harus diusahakan seobyektif-obyektifnya dan dilandaskan pada suatu dasar-dasar yang dapat dipertanggungjawabkan. Suasana religio-magis bukannya kritis ilmiah, disini lebih ditonjolkan karya-karya historiografi tradisional dan lokal. Perlu di sadari bahwa yang lebih digunakan dalam suasana lokal ialah keyakinan sosial, kebanggaan kultural,dan kesejahteraan, bukannya berhasil atau gagalnya usaha. Akibatnya kadar kepercayaan corak tulisan Sejarah Ponorogo ini lebih banyak ditentukan oleh penghayatan cultural masyarakat ponorogo. Masalah yang perlu diperhatikan bukanlah semata-mata terletak pada kebenaran-kebenaran fakta yang diajukan dari sudut sejarah, sebagaimana yang terjadi, dan bukannya tentang harus diterima atau tidaknya fakta tersebut sebagai gambaran yang sah dari kelampauan/masa lalu. Corak tulisan Sejarah Ponorogo ini adalah bahan atau sumber primer/pertama dan utama, yang memerlukan penelaahan-penelaahan yang mendalam serta bijaksana
Historiografi tradisional selalu berusaha mengaburkan dua macam realita sejarah yaitu realita obyektif dan realita riil dalam diri. Di sini dikaburkan antara fakta yang merupakan pengalaman dan fakta yang berupa penghayatan cultural 3. jadi samgat diperlikan kesadaran dan pengetahuan yang mendalam tentang latar belakang kultural dari masyarakat yang menghasilkan historiografi tradisional itu.

TUJUAN PENYUSUNAN SEJARAH PONOROGO
Sudah disinggung di muka tentang alasan penyusunan Sejarah Ponorogo. Sampailah pada peninjauan apakah sebenarnya tujuan dari penggalian, pelacakan, dan penyusunan Sejarah Ponorogo.
Tradisi dan peninggalan sejarah yang mempunyai nilai perjuangan Bangsa. Kebanggaan serta kemanfaatannya tetap dipelihara dan dibina untuk memupuk, memperkaya dan memberi corak kepada kebudayaan nasional. Hal itu merupakan bagian dari GBHN yang tertuang di dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Nomor II / MPR / 1993. Tujuan ini pun merupakan pancaran dari Undang-Undang Dasar 1945 pasal 32 yang berbunyi, “ Pemerintah Memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia”. Malahan di dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa “ Kebudayaan Lama dan Asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Terhitung sebagai kebudayaan “4.
Jelaslah kini bahwa yang menjadi tujuan penggalian, pelacakan dan penyusunan Sejarah Ponorogo ini adalah memelihara, membina, memupuk, memperkaya, dan memberi corak pada Kebudayaan Nasional. Tradisi dan peninggalan Sejarah Ponorogo mempunyai nilai kejuangan Bangsa, kebanggaan serta kemanfaatan.
Sesuai dengan pola pemikiran tersebut di atas maka penyusunan Hari Jadi kabupaten ponorogo memberikan Inspirasi, motivasi, dan semangat perjuangan serta memberikan kebanggaan demi kemajuan msyarakat ponorogo.


RUANG LINGKUP SEJARAH PONOROGO
Sejarah lokal adalah kisah masa lampau dari kelompok atau kelompok-kelompok masyarakat yang berada pada geografis yang terbatas atau yang telah dibatasi. Tekanan yang utama ialah ruang lingkup geografis dan bukan problema teoritis filosofis. Soal dimensi waktu tidak usah dipersoalkan dan tidak perlu menyinggung dua atau tiga kelompok etnis cultural yang di dalamnya.
Seperti diungkapkan dalam peninjauan geografis bahwa sejarah tidak mungkin terjadi apabila tidak ada rung. Oleh karena itu sejarah tanpa atau meninggalkan geografis dapat asrama yang tanpa panggung. Untuk itulah disini akan dijelaskan sedikit tentang ruang lingkup sejarah Ponorogo.
Dari segi kronologis penggalian sejarah Ponorogo diawali dari sejak kapan Ponorogo dengan segala aspek pemerintahan dan kemasyarakatannya berdiri. Dengan demikian tidaklah mudah untuk mendapatkan kepastian hari, tanggal dan tahun berapa Ponorogo dilahirkan.
Untuk itulah perlu dicari rekontruksi periodisasi sejarah relevan dengan exitensi Ponorogo. Berdasarkan keyakinan cultural. Data peninggalan sejarah dan dasar-dasar yang dapat dipertanggung jawabkan maka tim penyusun materi Hari Jadi Kabupaten Ponorogo dalam melakukan pijakan, pelacakan, pendasaran, dan penggalian sejarah Ponorogo adalah peninggalan-peninggalan yang ada disekitar makam “Batoro Kathong” dan peninggalan lain yang ada di telaga Ngebel serta bukti-bukti lain yang patut digunakan diwilayah Kabupaten Ponorogo. Yang selanjutnya berupaya merekontruksi mata rantai sejarah yang relevan ialah periodisasi jaman sebelum Majapahit, jaman Majapahit, jaman Kesultanan Demak Bintoro dan jaman Bathoro Kathong. Bagi Kabupaten Ponorogo sendiri yang tidak mungkin sama dan disamakan dengan sejarah lokal yang lain.
Ruang lingkup atau materi Hari Jadi Kabupaten Ponorogo secara geografis jelas menunjukkan batas-batas yang pasti dan tegas seperti batas-batas yuridis formal yang sekarang masih tetap berlaku. Dengan demikian, hubungan budaya dengan daerah lain bahkan dengan dunia luar sekali pun tidak dapat dihindari. Tegasnya ruang lingkup tersebut secara pasti dapat dijumpai pada tinjauan geografis.

METODE PENYUSUNAN MATERI HARI JADI KABUPATEN PONOROGO.
Dalam penyusunan matei Hari Jadi Kabupaten Ponorogo ini digunakan metode-metode pengumpulan data dan pengolahan data. Metode pengumpulan data berfungsi untuk membantu mendapatkan data guna penyusunan itu antara lain adalah : observasi wawancara dan penelitian kepustakaan, sedang dalam pengambilan kesimpulan mempergunakan metode induktif dan dedukatif. Dengan usaha dan cara demikian itulah maka materi Hari Jadi Kabupaten Ponorogo disusun.
Jelaslah bahwa yang perlu dipahami benar-benar penulisan sejarah tidak pernah tuntas, tidak pernah berhenti dan tidak pernah selesai. Jadi, sejarah Ponorogo ini masih perlu terus ditulis dan disusun agar lebih lengkap dan dapat berkesinambungan dengan masa-masa yang akan dating.
Maksud baik Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo merintis penyusunan dan penulisan materi Hari Jadi Kabupaten Ponorogo ini perlu mendapat sambutan positif dari masyarakat Ponorogo.


BAB II
ASAL-USUL NAMA PONOROGO

Mengenai asal-usul Ponorogo sampai dengan saat penyusunan naskah ini belum ditemukan dan diketahui secara pasti. Berikut kami sampaikan beberapa analisa dari berbagai sumber yang diperkirakan ada kaitannya atau kemiripannya dengan sebutan nama Ponorogo.

BERDASARKAN LEGENDA
Di dalam buku Babad Ponorogo yang ditulis oleh Poerwowidjojo diceritakan bahwa asal-usul nama Ponorogo. Bermula dari kesepakatan dan musyawarah antara Raden Katong. Kyai Mirah. Dan Joyodipo pada hari jum’at sat bulan purnama. Bertempat di tanah lapang dekat gumuk ( wilayah Katongan sekarang ). Di dalam musyawarah tersebut disepakati bahwa kota yang akan didirikan nanti dinamakan “ Pramana raga “ akhirnya lama kelamaan menjadi Ponorogo.
Dari cerita rakyat yang masih hidup di kalangan masyarakat terutama dikalangan generasi tua. Ada yang mengatakan bahwa nama Ponorogo kemungkinan berasal dari kata Pono : Wasis, pinter, mumpuni, mengerti benar, Raga : Jasmani badan sekujur. Akhirnya menjadi Ponorogo.

TINJAUAN ETIMOLOGI
Mengacu dari sumber-sumber certa diatas. Jika ditinjau secara etimologi akan kita dapatkan beberapa kemungkinan sebagai berikut :
“ Prama Raga “
Sebutan Pramana Raga terdiri dari dua kata :
Pramana : Daya kekuatan, rasa hidup, permono, wadi
Raga : Badan, Jasmani

Dari penjabaran tersebut dapat ditafsirkan bahwa dibalik badan wadak manusia itu tersimpan suatu rahasia hidup ( Wadi ) berupa olah batin yang mantap dan mapan berkaitan dengan pengendalian sifat-sifat amarah, alumawah, shuflah, muthmainah
Ngepenakake raga menjadi Panaraga
Manusia yang memiliki kemampuan olah batin yang mantap dan mapan akan dapat menempatkan diri dimana pun dan kapan pun berada.
Akhirnya apapun tafsirannya tentang Ponorogo dalam wujud seperti yang kita lihat sekarang ini adalah tetap Ponorogo sebagai kota REOG yang menjadi kebanggan masyarakat Ponorogo

BAB III
PONOROGO DALAM LINTASAN SEJARAH

PONOROGO PADA JAMAN SEBELUM MAJAPAHIT DAN JAMAN MAJAPAHIT

 
KERAJAAN WENGKER SEBELUM MAJAPAHIT

 
Menurut tradisi, babad, dan pendapat para sarjana bahwa Ponorogo pada jaman dahulu dikenal dengan nama wengker. Untuk memberi gambaran tentang perjalanan Wengker pada masa lalu perlu kiranya menengok beberapa peristiwa sejarah yang mendahuluinya, sebagai berikut ini :
Pengaruh India pada abad-abad pertama tarik Masehi telah nampak di Jawa Timur yaitu di daerah Jember ditemukan patung kesenian Amarawati. Namun di daerah terlindung seperti Jawa Tengah pengaruh India dapat melahirkan kebudayaan tinggi
Masa-masa kebesaran kerajan di Jawa Tengah terjadi Pada abad VIII dan IX, sedangkan di Jawa Timur belum ada kerajaan yang besar. Di Jawa Timur telah timbul beberapa pusat kerajaan yang belum berdaulat antara lain Kerajaan Kanuruhan, dan Kanjuruhan seperti yang tertulis dalam prasati Dinoyo dengan angka tahun 760 Masehi. Sejarah perkembangan kerajaan –kerajaan di Jawa Timur termasuk Wengker telah ada yang menjadi pusat pemerintahan walaupun masih dikatakan terbatas
Perhubungan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur baru mengalami perubahan-perubahan besar pada sekitar tahun 900 Masehi. Yaitu pada waktu Raja Balitung naik tahta di Medang Jawa Tengah. Balitung mendapat kekuasaan berkat perkawinannya dengan Putri Rajakula di Jawa Tengah. Kekuasan Balitung meliputi wilayah Jawa tengah dan Jawa Timur. Balitung dan pengganti-penggantinya sampai Raja Wawa masih berkeraton di Jawa tengah.
Perpindahan kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, menurut Prof. Dr. Gde Casparis dapat disebabkan oleh hal-hal berikut
Raja –raja lama seperti Balitung sampai dengan Wawa lebih mementingkan Jawa Timur daripada Jawa Tengah karena pentingnya perdagangan, antar pulau saat itu
Pemimpin-pemimpin di jawa menghadapi serangan-serangan dari Sriwijaya dan memutuskan membela bagian-bagian kerajaan yang dipentingkan untuk masa depan seperti lembah rendah Sungai Brantas
Empu Sindok naik tahta kerajaan Medang tahun 929 M. Mpu Sindok sebelum menjadi raja pernah menjabat Muhamantri I Halu dan I Hino pada masa Raja Tulochong dan masa Raja Wawa
Perlu diketahui bahwa pertentangan antara Sriwijaya dan Jawa Timur telah berlangsung sejak 925 M. dan berlanjut kurang lebih satu abad sampai jaman Airlannga. Hal ini terjadi karena hubungan serta perdagangan di Jawa Timur semakin maju dan Sriwijaya iri kemudian ingin mengambil tindakan kepada kerajaan di Jawa Timur 3
Untukmencapai tujuan tersebut pada tahun 928 M. Sriwijaya mengirimkan pasukan Melayu dari daerah Jambi untuk membasmi pusat-pusat kekuatan di Jawa Timur. Pasukan-pasukan tersebut sampai dekat Nganjuk menderita kekalahan oleh lasakar yang dipimpim Mpu Sindok ( Prasasti Sindok/Jayastamba di Anjuk ladang tahun 937 M )
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kegagalan penyerangan Sriwijaya pertama pada waktu pemerintahan Mpu Sindok
Dari berita Cina dijelaskan bahwa pada tahun 990 M. Dharmawangsa mengadakan serangan Sriwijaya. Ia menguasai beberapa daerah di pantai Sriwijaya sehingga hubungan Sriwijaya dengan daerah luar tertutup. Hal ini juga dijelaskan oleh Prof. Dr. G. de Carparis dalam pidatonya pada tahun 1958 yang maksud penyerangan tersebut merupakan bentuk pembelaan terhadap ancaman Sriwijaya. Di samping itu Jawa membuka hubungan resmi dengan Tiongkok tahun 1922 M

Wengkerdalam perjalanan Sejarahnya antara lain :
Pada awal abad XI
Pada tahun 1016 kerajaan dharmawangsa secara tiba-tiba serangan dari sriwijaya sehingga raja Dharmawangsa dan seluruh pembesar istana tewas. Peristiwa ini dikenal dengan “ Pralaya “ atau kehancuran. Satu-satunya yang berhasil meloloskan diri ialah Airlangga. Anak Mahendradatta yang saat itu melangsungkan perkawinannya dengan Putri Dharmawangsa
Dalam prasasti Kalkuta ialah Prasati Airlannga disebutkan bahwa RI Prahara Haji wurawari maso mijil sangka Lwaran. Artinya : pada waktu terjadinya kekacauan ( Prahara ). Haji wurawari muncul dari Lwaran.
Kesan yang kita terima bahwa kerajaan Dharmawangsa dimusnahkan oleh Raja Wurawari. Di mana letak Wurawari ada beberapa pendapat :
Menurut Moh. Hari Soewarno letak Wurawari di Jawa Timur menurut Prof. Dr. G .de Casparis di Semenanjung Malaka, sedang menurut Buku Sejarah Nasional II. Marwan Djoened P. Terletak di Banyumas Jawa tengah termasuk juga Lwaran terletak di pantai Bengawan Solo sebelah selatan Cepu di samping itu pula para sarjana yang berpendapat Wurawari terletak di sekitar Tegal
Tentang penyerangan kerajaan Dharmawangsa oleh raja Wuwawari ada juga yang berpendapat bahwa karena iri dan kegagalannya memperistri mahkota raja Dharmawangsa
Pendapat lain yang juga mungkin benar adalah persekutuan antara kerajaan sriwijaya. Wurawari serta Wengker dan sekutunya yang menjadi bawahan Dharmawangsa ingin menghancurkan kerajaan Medang/Dharmawangsa
Jadi, kesimpulan yang dapat kita tarik dari uraian di atas ialah :
Ketertiban Wengker bersama sekutunya menyerang Dharmawangsa dilandasi oleh politik ekspansi/perluasan kekuatan baru di Jawa timur sehingga mendesak kerajaan-kerajan kecil yang telah lama ada
Kemajuan dan perkembangan ekonomi yang menjadi persaingan kekuatan antar kerajaan
Adanya rasa dendam yang berkepanjangan seperti masalah-masalah gagalnya persuntingan serta perebutan tahta kerajaan
Persuntingan wengker dan sekutunya tentu perjuangan tersebut memiliki nilai-nilai patriotis dan herois tersendiri

Perjuangan Wengker pada jaman Airlangga
Prasasti pucangan menyebutkan tahun 952 Saka atau 1030 M. Airlanngga mengalahkan Haji Wengker yang bernama Panuda yang hina seperti Rawana (AdnamaPanuda). Raja ini lari meninggalkan keratonnya di Lewa. Tetapi dikejar terus ke Desa Galuh bagian Barat dan pada tahun 953 Saka atau 1031 M. anaknya dapat dikalahkan dan keratonnya dihancurkan tidak tersisa, di bagian lain prasati berbunyi “ Haji Wengker memberontak lagi “. Meskipun daerahnya selalu didatangi tentara raja pada tiap bulan Asuji, tahun 957 Saka atau 1031 M Haji wengker meninggalkan keratonnya di Tapa dan melarikan diri di daerah yang sulit dicapai. Meninggalkan anak istri kekeyaan dan emua kendaraan kerajaan. Beru pada tahun 959 Saka atau 1037 M, ia dapat di tangkap di Kopang. Dijelaskan bahwa Airlangga menyerbu ke arah barat dengan tentaranya yang tidak terbilang banyaknya. Rajanya bernama Wijaya ( Warma ) dengan taktik Visnugupta, Raja Wijayawarma ditangkap oleh rakyatnya sendiri lalu dibunuh 5
Haji wengker yang diserang pada tahun 1030 M adalah keturunan Wijaya jadi, Haji Wengker bersifat mempertahankan diri, sedangkan Airlangga yang agresif untuk mencapai tujuannya yaitu membalas dendam kematian Dharmawangsa. Ayah mertuanya dalam peristiwa “ Pralaya “
Airlangga dan pemerintahannya bercita-cita mencapai tujuan untuk menyelamatkan “ Dharma “ menciptakan kembali Negara yang dimusnahkan Wurawati termasuk menghapuskan aib dan dan derita yang dialami kerajaan mertuanya serta menghilangkan segala hal yang menghancurkan, bersifat memelihara seperti Dewa Wisnu 6
Menjawab pertanyaan siapa raja Wengker pada zaman pemerintahan Airlangga P.V Stein Callenfels menyatakan bahwa musuh Airlannga yang paling berbahaya adalah Raja Wengker yang bernama Wijaya. Setelah dikalhkan oleh Airlangga. Wijaya mengundurka diri untuk bertapa. Dengan kemenangan ini, berakhirlah peperangan yang dilakukan oleh Airlangga. Disamping itu juga ada pendapat lain dari Dr. N.J Krom yang menyatakan Wijaya Raja Wengker dihalau oleh Airlangga. Lari dan meninggalkan keluarganya ke Kopang tahun 1035 M. 7
Dari dua pendapat terakhir ini juga nampak bahwa Kerajaan Wengker selalu menjadi sasaran penyerangan Airlangga. Ini berarti pula bahwa kerajan Wengker sejak dahulu kala merupakan kekuatan yang disegani dan tidak nampak sebagai kerajaan yang lemah bahkan tidak agresor, namun bertahan untuk membela wilayah. Sikap dan tindakan Wengker bersama sekutunya merupakan musuh besar Airlangga di Jawa Timur seperti ini adalah wajar karena wengker memang kerajan yang tua dan telah ada sebelum berdirinya kerajaan Dharmawangsa maupun kerajaan Airlangga di Jawa Timur
Dengan demikian sejak perpindahan kerajaan Mpu Sindok dari Jawa Tengah ke Jawa Timur dan berdirinya kerajaan Dharmawangsa sampai kerajaan Airlangga. Rupanya menjadi sumber penyebab kerajaan tua di Jawa Timur terancam baik dari segi politik, perluasan kekuasaan maupun ekonomi. Yang demikian itu, wajar ditinjau dari adanya rasa cinta dan kepentingan pengabdian daerahnya kepada Bumi Wengker yang mendarah daging. Berarti pula, kokoh kuatnya patriotis dan herois yang akan berlanjut pada masa-masa berikutnya. Disamping itu menunjukkan bahwa politik ekspansif/perluasan wilayah dan kekuasaan saat itu bertentangan dengan jiwa dan kepribadian Wengker



KERAJAAN WENGKER PADA JAMAN MAJAPAHIT
Di atas telah disinggung tentang perjalanan sejarah Wengker pada jaman Mpu Sindok. Dharmawangsa serta pada jaman pemerintahan Airlangga walaupun hanya selintas dan nampak terputus-putus, telah memberi gambaran bahwa sebenarnya eksistensi Wengker tetap ada dengan pasang surutnya. Bahkan dapat dikatakan sejak jaman Airlangga dulu tidak terdapat peperangan atau persengketaan di Wengker. Dengan kata lain termasuk tenteram, demikian menurut babad Ponorogo
Pada masa-masa itulah justru Wengker menata diri, walaupun sebenarnya sepeninggal Airlangga di luar Wengker selalu terjadi perselisihan dan perebutan kekuasaan atau tahta kerajaan. Demikian pula yang terjadi pada awal dan akhir Majapahit
Di atas telah disinggung bahwa setelah kerajaan Airlangga terbagi menjadi dua yaitu kediri/Panjalu dan Jenggala, situasi sudah tidak stabil, kesempatan ini dipergunakan oleh Wengker untuk menyusun kekuatan baru sehingga sampai dengan jaman Majapahit nama wengker tetap masih ada dan jaya, justru terjalin hubungan yang saling menguntungkan.
Beberapa peristiwa penting yang membawa kehormatan dan kebesaran peranan Wengker di jaman Majapahit di antaranya :

Pertama: Perkawinan Bhre Wengker/Raden Kudamerta/Wijayarajasa dengan Adik Tribuwana yang menjadi Bhre dengan nama Raja Dewi Maharajasa kawin dengan Kudamerta yang menjadi Bhre Wengker dengan nama Wijayarajasa…………………….
Hal ini berarti Wijayarajasa itu menantu Raden Wijaya
Beberapa peran yang menonjol dari wijayarajasa :
Kudamerta/Wijayarajasa dan Raja Dewi Maharajasa hadir dalam musyawarah pengangkatan calon pengganti Patih Gajah Mada, diantara delapan tokoh yang diundang pada tahun1364 M
Diangkatnya menjadi anggota Dewan Sapta Prabu
Anggota Dewan Pertimbangan Agung pada tahun 1351 M
Berani dan mampu mengambil sikap tegas terhadap kesalahanyang dilakukan Gajah Mada atas peristiwa Bubat
Mendapat penghargaan/piagam pembangunan bersama dengan Dyah Maharajadewi dari Kepala Negara Tribuwana Tunggadewi 9

Kedua : Perkawinan Hayam Wuruk Bhre Hyang Wekas ing Sukha/Rajasanegara dengan paduka Sori/Putri Wijayarajasa/Raden Kudamerta/Bhre Wengker pada tahun 1357 M
Schrieke menyatakan “ Hayam Wuruk kurang lebih 1357 M mengawini Susumma dewi alias Paduka Sori ( Anak perempuan Wijayarajasa Raja Wengker, yang juga paman Hayam Wuruk ). Jadi pada jaman Hayam Wuruk peranan Wengker begitu besar dengan rajanya Wijayarajasa……………………………..10

Dalam buku SNI jilid II halaman 437 disebutkan
Berhubung dengan meninggalnya Putri Sunda dalam peristiwa di Bubat Hayam wuruk kawin dengan Paduka Sori anak Bhre Wengker Wijayarajasa, Bibi Hayam Wuruk…………………11
Peristiwa tersebut merupakan perkawinan keluarga karena saudara sepupu, Ibu Hayam Wuruk ( Tribuwana Tunggadewi ) adalah kakak perempuan Ibu Paduka Rajadewi Maharajasa/Bhre Dhaha
Hyam Wuruk dan Paduka Sori keduanya cucu Raden Wijaya ( Kertarajasa Jayawardana )
Peristiwa tersebut dapat menutup aib dan rasa malu jatuhnya Prestise Majapahit di masa Nusantara ( Politik Nusantara ) karena peristiwa perang Bubat

Ketiga : Setelah interregnum/ kekosongan kekuasaan tiga tahun lamanya pada tahun : 456 M tampillah Dyah Suryawikrama Girishawardana menaiki tahta kerajan Majapahit. Ia adalah salah seorang anak Dyah Kertawijaya semasa pemerintahan ayahnya menjadi Raja daerah Wengker. ( Bathara ing Wengker ). Didalam paraton ia disebutkan dengan nama gelarnya Bhre Hyang Purwawisesa dan memerintah selama sepuluh tahun dari 1456-1466 Masehi
Apakah Wijayarajasa itu Bhre Wengker ?
Benar, Wijayarajasa itu adalah Bhre Wengker atau Raden Kumadetta yang menjadi raja yang berkedudukan di Wengker dan berperan di Majapahit
Hal itu terbukti dari kitab Negara Kertagama yang menyebutkan Priya Haji Sang Umunggu I Wemgker bangun Hyang Upandrannun ( Napari Wijayarasa popamana parama-ajnottama 12
Dalam hal ini Negara kertagama menunjukkan bahwa yang membangun kerajaan adalah Wijayarajasa sebagi raja pertama
Disini terdapat perbedaan yakni tentang persamaan nama. Pada jaman Airlangga. Raja Wengker bernama Wijaya sampai pada jaman majapahit ( Hayam Wuruk ) masih disebut Wijayarajasa
Atau mungkin untuk Wengker memang rajanya disebut Wijaya, sama halnya dengan Majapahit yang menggunakan nama Brawijaya sejak dari pertama sampai penghabisan 13
Masih ada sumber lain yakni Pararaton yang menceritakan bahwa Raden Kudamerta kawin denga Bhre Dhaha. Raden Kudamerta di Wengker dengan nama Bhre Parameswara dari Pamoran yang dikenal dengan nama Wijayarajasa. Juga diterangkan bahwa Bhre Parameswara dari Pamoran meninggal dunia tahun 1310 Saka dan dimakamkan di Manar dengan nama Wisnubhawana. Kalau mengingat sumber paraton yang menyebutkan Bhre Parameswara yang juga disebut Wijayarajasa meninggal tahun 1380 M jelas menunjukkan bahwa yang dimaksud Wijayarajasa pada jaman pemerintahan Hayam wuruk
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa perkawinan Hayam wuruk dengan putra raja Wengker berlangsung tahun 1357. jadi, ia meninggal 31 tahunsetelah mengawinkan anaknya 14

Masalah Perkawinan
Sekarang timbul pertanyaan, apakah perkawinan itu perkawianan politik atau perkawianan keluarga ? Dr. N.J Krom mengemukakan bahwa untuk pergi ke Bubad disamakan dengan pendapat Wengker. Seperti telah diketahui bahwa perang Bubad terjadi sebagai akibat perkawinan politik yakni salah satu cara dari kerajaan Majapahit untuk menakhlukkan kerajaan bawahan di sekitarnya
Kalau yang dimaksud oleh Dr. N.J Krom init tentang perkawinan politik, menunjukakan bahwa pada zaman pemerintahan Hayam Wuruk Wengker menjadi kekuasaannya Wengker saat itu masih cukup kuat
Pendapat Dr. Th Pigeud yang mendasarkan pendapatnya pada kitab Negarakertagama sebagai berikut : Dengan membandingkan dua kekuasaan yang cukup kuat yang sangat menarik yakni antara Wengker. Dhaha dianggap sebagai bulan dan Majapahit. Singasari sebagai Matahari. Pemerintahan bulan di atas bintang dan planet, sedangkan matahari, sebagiai pancaran sinar keseluruhan. Majapahit sebagai pusat pemerintahan juga memperhatikan terhadap saingannya. Inilah perbandingan yang menarik dualisme Jawa = bulan dan matahari
Menurut Dr. Th Pigeud Wengker-Dhaha dianggap sebagai rivalnya (saingannya) kondisinya saat itu masih cukup kuat
Prof. Moh Yamin di dalam melukiskan kebenaran Batari Wengker ini, mengubah dalam sajaknya sebagai berikut :

Bathara Wengker
( selanjutnya perintah sang Prabu diiringi pula oleh perintah Seri Paduka Bathara Wengker )
Nan terbantu oleh keberanian yang dimilikinya dan yang dimuliakan oleh mereka yang mempunyai sifat-sifat yang baik
Yang bersifat baik terutama tentang kebijaksanaannya yang diperbuat oleh tingkah lakunya sendiri
Nan berhati sanubari melebihi indahnya hal berbicara atas nama orang yang beriman
Nan hati sanubarinya terpisah dari kesombongan dan kecelakaan
Nan diketahui kebesarannya luar biasa jadi terpujilah oleh rakyat orang baik-baik sehingga menjadi girang gembira
Nan bertugas kewajiban sendiri, yang tak diabaikan karena mereka diarahkan supaya memperkuat garis turunnya sendiri
Nan bertegak gelar kerajaan berbunyi Grisyawardhana dan bernama kecil berbunyi Dyah Suryawikrama
Mengingat tahun 1447 mungkin yang dimaksud Bathara Wengker adala Grisyawardhana kalau itu benar, saat terjadi perang paregreg Wengker sudah berdiri belakangnya. Jadi, menurut Pararaton yang sanggup memerintah tahun 1378 Saka sampai 1388 Saka adalah Bhre Wengker dengan nama Bhara Hyang Purwawisesasa sampai disini Wengker masih disebut-sebut
Selanjutnya menurut Pararaton : Raja Majapahit sesudah Bhre Hyang Purwawisesa ialah Bhre Pandan Salas memerintah-tahun 1388 Saka atau 1466 M sampai dengan tahun 1390 Saka atau tahun 1486 M, yang diganti oleh Raja Kertabumi, ayah Raden Patah

PONOROGO JAMAN KESULTANAN DEMAK BINTORO
Setelah pemerintahan pusat majapahit lemah sekali Bandar-bandar di pesisir Jawa seperti Demak, Jepara, Tuban, Gresik dan Surabaya memerdekakan diri dari Majapahit. Bandar-bandar timbul/ berkembang menjadi kerajan-kerajaan kecil, berkat hubungan langsung yang erat dengan Malaka yang lambat laun para pengusaha Bandar-bandar itu lalu menganut islam
Kerajaan-kerajaan kecil pesisir Jawa tersebut dapat berkembang menjadi Negara besar ialah Demak. Ketika diperintah oleh Raden Patah sekitar awal XVI, Demak dapat menguasai kota-kota pesisir yang lain seperti Lasem, Tuban, Gresik, dan Sedayu. Raden Patah diakui sebagai pemimpin kota-kota dagang pesisir dengan gelar Sultan. Dari Demak agama islam disebarkan keseluruh jawa bahkan keluar Jawa 17
Siapa Raden Patah itu dapat diketahui dari beberapa sumber antara lain menyebutkan raja-raja Demak menyatakan dirinya sebagai keturunan Prabu Brawijaya Raja majapahit
Demikian pula di dalam Purwaka Caruban Nagari disebutkan dengan jelas bahwa Raden Patah pendiri dan Sultan pertama Demak adalah anak Prabu Brawijaya Kertabumi 18
Raden Patah itu menurut Tome adalah pendiri Demak adalh disebut Pata Rodin 19
Babad tanah Jawi menyebutkan pendiri demak adalah Raden Patah seperti kutipan ini :
Risang poetri patoetan kekalih, samya dijaole oambayoene iko. Raden Patah Djoedjoeloeke, nenggih bebekanipun, saking Prabu ing Mahospait, kala ngidam kaworan, pinisah karoehoen, siro sang poatri ing tjino, patoetane lan aryo Damar satoenggil, Raden Koesen kang nama
58. “ Aryo Damar sigro deniro angling. Keh sang Prameswari soetaniro panenggih ing tembe, pasti djoemeneng ratoe Raden Patah ana ing Djawi poerwa raja kang islam. Simeng Majalangoe. Raja kapir kang ginanyan mengkweng Djawi sineba ing para Adji, DJawa tanpa sisingan.22


Dari Babad Tanah Jawi disimpulkan sebagai berikut :
Raden Patah adalah Putra Prabu Majapahit dengan Putri Cina yang pada waktu hamil muda diberikan kepada Aryo Damar, setalah lahir bayi itu di beri nama Raden Patah. Jadi, darah yang menurun kepada Raden Patah adalah Prabu Majapahit
Prabu Majapahit yang mempunyai istri Cina adalah Brawijaya terakhir. Arya Damar menyatakan kepada permaisurinya bahwa putranya yakni Raden Patah akan menjadi raja islam pertama di Jawa. Yang kita ketahui bahwa kerajaan islam yang pertam di Jawa adalah Demak, maka jelas Raden Patah adalah Raden Demak
Pada saat Raden Patah menginjak dewasa kerajaan Hindu Majapahit telah mulai runtuh yang disebabkan oleh perlawanan kaum bangsawan yang telah mendirikan kota di pantai utara dan mendapat bantuan islam. Kesempatan ini dipergunakan Raden Patah untuk menemui Raden Rahmat. Raden Patah mengutarakan beberapa hal mengenai Majapahit yang telah lemah. Raden Patah tinggal pada Raden Rahmat. Untuk belajar beberapa hal dan setelah cukup diberi kedudukan di Bintoro 21
Kemudian Bintoro dikembangkan atas dasar islam. Mendengar hal itu raja Majapahit Brawijaya memanggil Raden Patah untuk diangkat Mangkubumi di Bintoro. Raden Patah memperkuat kedudukan Bintoro, berkat bantuan para wali berkembang menjadi kerajan islam pertam di jawa dengan nama Demak, rajanya Raden Patah dengan gelar panembahan Djimbun 22
Dalam babad Tanah Jawi disebut peran Raden Rahmat atau Sunan Ampel sebagai berikut :
15. Angoiko soesoenan ing Ngampel denito poetoe ngong kidipatoes madega nata iyo ing tanah jawa pan siro kang doewe waris koeto ing Demak iku kakim prayogi
20. Moermawarno siro ratoe mangoen islam nama asinopati boen ngabdir rahman, panembahan palembang Syayidin panaragama pamoerwardi nan, ing sarak kanjeng nabi 23
Dari beberapa sumber di atas jelas bahwa raden Patah kemudian menjadi raja islam demak tetapi rupanya saat munculnya Demak majapahit sudah mengalami masa krisis hingga yang terjadi Brawijaya telah diganti/direbut oleh Girindrawardana yang bukan anaknya sendiri. Melihat kekacauan ini Raden Patah tidak berkenan karena Majapahit dikuasai keturunan lain yang tidak berhak atas tahta kerajaan 24
Sebenarnya pada jaman pemerintahan Brawijaya raja Majapahit terakhir ( ayah raden Patah ) telah memberi daerah lungguh ( wilayah kekuasaan ) kepada Raden Patah yang kelak berkembang menjadi kerajaan Demak. Lain halnya yang terjadi dengan Raden Katong yang saat itu belum mempunyai daerah lungguh bahkan masih di daerah naungan Brawijaya. Pada suatu saat Brawijaya tahu bahwa sebelah timur Gunung Lawu dan sebelah barat Gunung Wilis ada seorang Demang dari Desa Kutu yang tidak mau dating Ke Majapahit maka Bathoro Katong disuruh mendatangkan Demang dari Kutu tersebut ke Majapahit 25

PERANAN BATHORO KATONG DI PONOROGO
Sebelum mengutarakan peranannya, perlu ditelusuri siapa sebenarnya Raden katong itu. Ada beberapa pendapat antara lain :
Dr.L.Adam, Residen Madiun :”Batoro katong hidup pada masa runtuhnya Majapahit dan munculnya Demak ( akhir abad XV dan awal abad XVI ). Mungkin putra Raja Brawijaya V, yang mudanya Bathoro Katong bernama Lembu Kenongo” 25
Slamet Hardjosenton, Kepala Kelurahan Setono dan Juru Kunci Makam
Batoro Kathongialah Putra Brawijaya raja Majapahit yang terakhir, atas perkawinannya dengan Putri dari Begelen. Pada masa mudanya Batoro Katong bernama Kebo Kanigoro 27
Sri Sarno, Kepala pembinaan Kebudayaan kabupaten Ponorogo “ Bathoro KatongPutri Brawijaya V dengan Putri Begelen 28
Dalam serat Katongan disebutkan : “ Prabu brawijaya V ( Arya Ankawijaya ) juga disebut Raden Alit raja Majaoahit yang kerujuh atau terakhir berputra 117 orang. Disebutkan antara lain dengan Ibu Pengemban nomer 22 mempunyai anak raden Joko Piturun atau Raden Arak Kal yang kemudian menjadi Adipati di Ponorogo dengan nama Bathoro Katong “ 29
Dari beberapa sumber diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Bathoro Katong putra Raja Majapahit Brawijaya V, yang mempunyai hak atas tahta Majapahit
Bathoro Katong mendapatkan daerah Lungguh dari ayahnya. Yang terletak di sebelah timur Gunung Lawu dan di sebelah barat Gunung Wilis ke selatan sampai pantai selatan
Beberapa peranan Batoro Kathong dapt disebutkan sebagai berikut :
Bathoro katong menakhlukkan demang Surya Ngalam.
Beberapa tahun kemudian setelah Bhre kertabumi ( Brawijaya V ) naik tahtadi kerajaan majapahit tahun 1486 M. bathoro Katong bersama dengan Seloaji berangkatlah dari Majapahit menuju ke Wengker untuk menemui Surya Ngalam/Demang Kutu di Suru kubeng
Sebelum menemui Demang Kutu, Bathoro katong bertemu dengan Ki Ageng dari Desa Mirah, anak Ki Ageng Gribig. Ki Ageng Mirah adalah mubalig yang telah beberapa waktu bertugas menyebarkan agama islam di Wengker. Banyak hal penting keadaan Bumi Wengker yang dijelaskan Ki Ageng Mirah yang telah lama berpangalaman di Bumi Wengker. Kepada Bathoro Katong mereka bersepakat berjuang bersama Ki Ageng Mirah menyebarkan agama islam dan Bathoro Katong di bidang Pemerintahan
Untuk mempermudah pencapaian tujuan, Ki Ageng Mirah menghendaki Bathoro Katong masuk islam. Dengan sukarela ( tidak berkeberatan ) Bathoro katong masuk islam
Setelah itu Bathoro Katong dan Ki Ageng mirah selalu bekerja sama mempelajari situasi dan kondisi Wengker agar misi dan tujuannya tercapai. Ki Ageng Mirah merasa gembira karena dapat bekerja sama dengan Bathoro Katong yang masih keturunan Majapahit itu. Di samping itu Bathoro Katong dan Ki Ageng Mirah mengatur siasat untuk menghadapi Kedemangan Kutu
Hal ini disebabkan oleh sikap Demang Kutu yang tidak tunduk ( Mbalelo ) terhadap pemerintahan Majapahit. Ki Ageng Kutu tidak setia kepada pemerintahan Majapahit disebabkan :
a. Ki Ageng Kutu adalah keturunan Majapahit yang berkuasa di Wengker
Kertabumi pernah merebut tahta Pandan Salas leluhur Ki Ageng Kutu
Pemerintahan Majapahit dalam keadaan lemah karena adanya perebutan kekuasaan
Untuk menakhlukkan Demang Kutu Bathoro katong menempuh jalan damai, pendekatan kekeluargaan dan toleransi, yakni :
Menyatukan wawasan /cara pandang bahwa antara Ki Ageng Kutu dengan Raden Katong bukanlah musuh
Bathoro Katong memperistri Niken Sulastri putri Ki Ageng Kutu
Dapat memiliki ( menguasai ) keris Kyai Jabardas dan keris Rawe Puspita andalan Kedemangan Kutu

2. Bathoro Katong menyebarkan agam islam di Ponorogo
Ki Ageng Mirah telah merintis menyebarkan agam islam di Wengker hasil yang diperolehnya belum memadai. Terbukti masyarakat Wengker pada waktu itu masih kokoh memegang nilai-nilai lama dan tradisional yang dijiwai paham Hindu. Oleh karena itu kedatangan Raden Katong ( Bathoro katong ) disambut gembira oleh Ki Ageng Mirah. Setelah itu keduanya bekerja sama untuk melaksanakan misi pemerintahan dan penyebaran agama islam
Pada tahap pertama Bathoro Katong. Ki Ageng Mirah, dan Seloaji pergi ke Bintoro untuk berguru kepada wali dan ulam islam. Di Bintoro mereka memperoleh berbagai pelajaran pengetahuan pemerintahan dan agam islam
Setelah dirasa cukup, Bathoro katong dan pengikutnya kembali ke daerah lungguhnya ( daerah di sebelah timur Gunung Lawu dan di sebelah barat Gunung Wilis )
Tahap kedua, dalam penyebaran agama islam Bathoro Katong menggunakan cara pendekatan persuasif, toleransi yang asimilatif-sinkreatif dan akulturatif, bukan dengan kekerasan dan peperangan
Berdasarkan pendekatan tersebut pengaruh islam dapat dengan mudah ditanamkan dan diperkembangkan dalam masyarakat. Di samping itu Bathoro Katong menyebarkan agama islam melalui saluran kesenian Reog. keberhasilan jerih payah Bathoro Katong, Ki Ageng Mirah, Seloaji dan para pengikutnya terbukti dengan adanya pondok-pondok pesantren di Ponorogo

Bathoro Katong Mendirikan Kadipaten Ponorogo
Menurut Babad Ponorogo, setelah Raden Katong sampai di wilayah, Wengker memilih tempat yang memenuhu syarat untuk pemikiman, ( yaitu Plampitan, Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan sekarang ). Meskipun situasi dan kondisi masih banyak dijumpai hambatan, tantangan, yang dating silih berganti, Raden Katong, Seloaji, dan Ki ageng Mirah serta pengikutnya mulai mendirikan pemukiman
Sekitar tahun 1482 M, konsolidasi wilayah mulai dilakukan, hal ini ditandai dengan adanya sebuah prasati terletak di Telaga Ngebel yang kemudian dikenal dengan Prasati Kucur Bathoro
Dengan melaksanakan konsep-konsep perjuangan yang dilakukan dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan, Raden Katong dapat melanjutkan perjuangannya
Selanjutnya antara tahun 1482-1486 M, upaya dalm rangka menegakkan perjuangan dengan menyusun kekuatan, sedikit demi sedikit semua kesulitan dapat diatasi, akhirnya pendekatan kekeluargaan dengan KI Ageng Kutu dan seluruh pendukungnya mulai membuahkan hasil
Langkah berikutnya dengan segala upaya dan usaha ditempuh untuk mengadakan persiapan-persiapan dalam rangka merintis mendirikan kadipaten
Dengan semua pihak Bathoro Katong ( Raden Katong ) dapat mendirikan Kadipaten Ponorogo pada akhir abad XV dan menjadi Adipati yang pertama

BAB IV
BERDIRINYA KADIPATEN PONOROGO
BEBERAPA SUMBER YANG BERKAITAN DENGAN BERDIRINYA KADIPATEN PONOROGO
Ada dua sumber utama yang kami jadikan bahan kajian dalam menelusuri Hari Jadi Kadipaten Ponorogo yakni :
a. Sejarah lokal baik legenda maupun buku Babad
b. Bukti peninggalan buku-buku sejarah
a. Sejarah lokal Baik Legenda maupun Buku Babad
Banyak cerita yang berkembang di kalangan masyarakat bahkan ada yang telah ditulis di dalam buku Babad dan lain-lain
Menurut babad maupun cerita rakyat, pendiri Kadipaten Ponorogo ialah Raden Katong putra Brawijaya V raja Majapahit dengan Putri Begelen. Diduga berdirinya Kadipaten Ponorogo pada akhir abad XV
Buku peninggalan Benda-Benda Purbakala
Kebudayaan seseorang itu bersumber dari masyarakatnya. Dalam arti konsentrasi tertinggi adalah basis alam dari kehidupan kebudayaan itu sendiri 30
Masyarakat Wengker menganut kepercayan Hindu yang jelas beralkuturasi dengan tradisi-tradisi yang berlaku saat itu
Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya peninggalan benda-benda purbakala antara lain :
Sebuah Arca Syiwa
Tiga buah arca Durga
Lima buah arca Ghanesa
Dua arca Nandi
Sebuah arca Trimurti
Dua arca Mahakala sebagai Dwarapala
Sebuah Lingga
Sebuah Yoni
Sepasang Lingga Yoni
Sembilan buah minatur lumbung padi
Arca Gajah-Gajah Siwarata, kendaraan Bathara Indra berasal dari Timur
Wisnoe barasal dari Timur
Ganesa penunggu rumah dengan angka tahun 1355 Saka = 1433 M
Umpak terdapat di Pulung dengan angka tahun 1336 Saka = M. 31
Sejumlah Patung/Arca logam yang ditemukan di Desa Kunti, Kecamatan Bungkal
Disamping itu ditemukan pula peninggalan benda-benda purbakala di sekitar Makam Bathoro Katong Dari Komplek makam ini diperoleh petunjuk angka tahun kapan kiranya Bathoro Katong mendirikan Kadipaten Ponorogo. Di depan Gapura pertama yang berdaun pintu atau Gapura ke-5, disebelah utara dan selatan terdapat sepasang batu menyerupai tempat duduk yang menurut tradisi disebut Batu Gilang
Pada batu tersebut terlukis Candra Sengkala, memet dari belakang ke depan berupa : manusia, pohon, burung, (Garuda) dan gajah
Manusia : angka 1
Pohon : angka 4
Burung (Garuda : angka 1
Gajah : angka 8
Berdasarkan kajian itu, Tim Sembilan menyimpulkan Candra Sengkala memet pada Batu Gilang tersebut menunjukkan angka tahun 1418 Saka
BATHORO KATONG DIWISUDA
Figur Seorang Bathoro katong
Nama Bathoro Katong sudah tidak asing lagi bagi Masyarakat Ponorogo, bahkan nama itu seakan sudah menyatu dengan nama Kota Ponorogo
Menurut pendapat Para Sarjana, cerita rakyat dan buku-buku babad Bathoro Katong adalah pendiri Kadipaten Ponorogo yang selanjutnya berkembang menjadi Kabupaten Ponorogo
Hal itu sudah menjadi keyakinan masyarakat Ponorogo tanpa mempermasalahkan “ Kapan “ Bathoro Katong Diwisuda sebagai Adipati Ponorogo :
Kapan Bathoro Katong Diwisuda
Berdasarkan penelitian dan analisa sejarah dari berbagai sumber terutama pengkajian terhadap peninggalan benda-benda purbakala yang berkaitan dengan masa pemerintahan Bathoro antara lain dapat kami sampaikan sebagai berikut :
Batu Bertulis Kucur Bathoro
Di wilayah Kecamatan Ngebelada Lokasi/ tempat yang dinamakan Kucur Bathoro. Menurut Moh. Hari Soewarno, Kicur Bathoro itu diperkirakan tempat bersemedi bathoro katong pada saat akan memulai melaksanakan tugas di Bumi Wengker. Ditempat itu terdapat sebuah batu bertulis yang menunjukkan angka tahun 1482 Masehi
Prasasti Batu Gilang di Makam Bathoro Katong
Di komplek makam bathoro katong yaitu di depan gapura ke- 5 terdapat sepasang batu yang disebut Batu Gilang oleh masyarakat Ponorogo. Pada batu gilang itu terlukis Candra Sengkala memet berupa Gambar : pohon, burung (Garuda) dan gajah, yang melambangkan angka tahun 1418 Saka atau tahun 1496 Masehi. Batu Gilang itu berfungsi sebagai Prasasti “ Penobatan “ yang dianggap suci
Atas dasar bukti peninggalan benda-benda purbakala tersebut dengan menggunakan Buku Handbook Of Oriental History halaman 37, dapat ditemukan hari wisuda Bathoro katong sbagai Adipati Kadipaten Ponorogo pada Ahad Pon 1 Besar 1418 Saka bertepatan dengan 11 Agustus 1496 Masehi atau 1 Dhulhijah 901 H

BAB V
KESIMPILAN DAN PENUTUP
KESIMPULAN
Dari beberapa uarian di muka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Kebesaran peranan Wengker sebelum Majapahit
Wengker pada jaman pemerintahan Dharmawangsa.
Prasasti Kalkuta : Menyatakan Wengker sebagai kerajaan tertua di Jawa Timur merasa terdesak kekuasaan Dharmawangsa
Wengker pada jaman pemerintahan Airlangga.
Prasati Pucangan : keberadaan Wengker dengan kekuatannya oleh Airlangga tetap dipandang membahayakan
Peranan Kebesaran Wengker Pada Jaman Majapahit
Wengker pada jaman pemerintahan Wijayarajasa
Menurut Negara kertagama dan Pararaton. Wengker pada jaman pemerintahan Wijayarajasa/Raden Kudamerta mempunyai peranan yang sangat besar terhadap Majapahit
Kebesaran Wengker lebih tampak/jelas di mata Majapahit setelah terjadinya perkawinan Paduka Sori Putra Wijayarajasa/araden Kudamerta Bhre Wengker dengan Hayam Wuruk yang menjadi permaisuri raja terbesar Majapahit
Wengker pada jaman pemerintahan Purwawisesa
Menurut Negarakertagama dan pararaton raja Wengker tersebut mampu tampil sebagai raja Majapahit setelah terjadi Interregnum/Kekosongan pemerintahan tahun 1453-145 M
Kebesaran Wengker pada jaman Majapahit tersebut ditandai dengan Prasasti berupa Batu Gilang yang terdapat di depan Gapura ke-6 di komplek Makam bathoro Katong dengan angka tahun 1318 Saka/1396 M. prasasti tersebut merupakan peringatan kebesaran kerajaan Wengker yang merupakan tonggak sejarah bagi Kabupaten ponorogo
Wengker dan setelah tampilnya Bathoro Katong
Bathoro Katong memperoleh wilayah kekuasaan/daerah lungguh dari ayahnya Brawijaya V, yang terletak antara Gunung Lawu dan Gunung Wilis
atas nasihat ayahnya dan bantuan Demak serta para pemuka agama islam, Bathoro Katong berhasil mengadakan konsolidasi wilayah yang berlansung mulai tahun 1482 M yang ditandai Batu tertulis Kucur Bathoro di Kecamatan Ngebel ponorogo
pada tahun 1486 M Bathoro Katong berhasil dengan gemilang memantapkan situasi dan kondisi Wengker dalam rangka mendirikan tata pemerintahan baru dan sekaligus penyebaran agam islam. Selanjutnya perkembangan Wengker memasuki era baru yang melahirkan pengakuan Kedemangan Surukubeng terhadap kehadiran pemerintahan Raden katong. Setelah perkawinannya dengan Niken Sulastri ( Putri Demang Kutu ). Dengan semakin mantapnya situasi dan kondisi masyarakat Wengker maka mendukung terciptanya kesiapan mendirikan Kadipaten Ponorogo
Sepuluh tahun kemudian yakni pada tahun 1496 M. berdirilah Kadipaten Ponorogo yang hakiktnya merupakan pembaharuan tata kehidupan serta kelanjutan Wengker yang kemudian dikenal dengan Kabupten Ponorogo
Kadipaten Ponorogo berdiri pada hari Ahad Pon, tanggal 1 Besar 1418 saka bertepatan dengan tanggal 11 Agustus 1496 M ( 1 Dzulhijjah 901 ). Sejak berdirinya kadipaten ponorogo di bawah Raden Katong tata pemerintahan menjadi stabil. Kedemangan Kutu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pemerintahan Katong. Pada tahun !837 M Kadipaten Ponorogo dari kota lama ke kota tengah menjadi Kabupaten ponorogo hingga sekarang. Hal ini sejalan dengan keyakinan masyarakat Ponorogo bahwa yang menjadi cikal bakal atau pendiri Kabupaten Ponorogo adalah Bathoro katong sekaligus menjadi tokoh kebanggan masyarakat ponorogo

Penetapan Hari jadi Kabupaten ponorogo
Di awali dengan tekat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Ponorogo yang mendasarkan pada usulan masyarakat Ponorogo dan perintah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur agar setiap Daerah Tingkat II memiliki Hari Jadinya maka Bupati membentuk dan menegaskan Tim Penyusun materi Hari jadi Kabupeten Ponorogo
Selanjutnya Tim Penyusun materi Hari Jadi Kabupaten Ponorogo yang telah dikenal dengan Tim Sembilan bekerja keras kurang lebih tiga bulan mengumpulkan bahan-bahan Materi hari Jadi maka pada tanggal 30 april 1996 diselenggarakan seminar sehari Hari Jadi Kabupaten Ponorogo. Hasil seminar menetapkan dan memutuskan hari, tanggal, dan tahun Hari Jadi Kabupaten Ponorogo
Selanjutnya untuk lebih memantapkan keputusan Hari Jadi Kabupaten Ponorogo maka naskah hasil seminar sehari Hari Jadi Kabupaten Ponorogo diajukan kepada DPRD Tingkat II Ponorogo untuk mendapatkan persetujuan penetapan Hari Jadi Kabupaten Ponorogo pada hari Ahad Pon, tanggal 1 Besar tahun 1418 Saka atau Tanggal 11 Agustus 1496 M ( 1 Dhulhijjah 901 H )
Atas dasar persetujuan DPRD Tingkat II Ponorogo, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Ponorogo menetapkan Hari Jadi Kabupaten Ponorogo pada Ahad Pon, 1 Besar 1418 Saka bertepatan dengan tanggal 11 Agustus 1496 Masehi atau 1 Dhulhijjah 901 H

PENUTUP
Alkhamdulillah segala Puji Bagi Tuhan Yang Maha Esa, penggalian, penyusunan, dan penetapan hari Jadi kabupaten Ponorogo dapat diwujudkan. Mudah-mudahan melalui buku ini pembaca maupun generasi penerus dapat memetik hikmahnya yang selanjutnya menumbuhkembangkan rasa cinta atas kotanya. Mengobarkan serta menggelorakan semangat membangun Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo menjadi suatu wilayah yang Resik, Endah, Omber Girang-Gemirang ( REOG ). Yitu wilayah yang Bersih, Indah, luas, dan membuat senang dan bangga kepada warganya serta wilayah yang dapat menyenangkan bagi warga dan masyarakat luas lainnya
Menyadari bahwa sesuatu di dunia ini tiada yang sempurna. Tiada Gading Yang Tak Retak, dan hanya Tuhan yang Maha Sempurna maka atas kekurangsempurnaan materi Buku ini mohon untuk dimaafkan
www.ponorogozone.com
http://ponorogozone.com/index.php?topic=3843.0



Comments

Popular posts from this blog

Reog Dulu dan Sekarang : di Balik Tirai Warok-Gemblak

Menikmati suasana pasar malam Ponorogo