Reog Ponorogo Hadir di Jambi
JAMBI - Kesenian khas Provinsi Jawa Timur, Reog Ponorogo, menghibur pengunjung Jambi Prima Mall (JPM) Trona, kemarin sore (27/11). Hujan deras yang mengguyur Kota Jambi, tak mengurungkan niat warga menyaksikan berbagai atraksi yang disuguhkan Paguyuban Seni Reog Ponorogo Singo Lawung Manunggal.
Paguyuban yang berusia 15 tahun ini, dipimpin Suradi Bewok alias Mbah Suro. Dia mengatakan, ada beberapa jenis tari yang mengiringi penampilan dua Dadak Merak seperti Tari Warok, Tari Jatilan, Tari Bujang, Tari dadak merak dan tari-tarian mabuk.
Sebagai pentas pertama adalah Tari Warok, disusul dengan Tari Dadak Merak. Dadak Merak merupakan komponen utama dalam kesenian Reog. Tatanan bulu-bulu burung merak yang indah dipanggul kepala harimau (Cekathakan). Suatu perpaduan yang mempunyai nilai seni tinggi. Warna hijau mengkilap, cerah tampak lebih hidup ketika warna loreng Harimau menghiasi Dadak Merak. “Berat satu Dadak Merak itu mencapai 50 kilogram,” kata Mbah Suro.
Di tengah pementasan, penari yang kemasukan roh atau istilah dalam Reog Ponorogo disebut mendem, mengetahui ada seorang bayi sedang demam tinggi. Sang ibu yang saat itu menggendong bayinya terkejut kala ditanya apakah bayinya sedang sakit, oleh salah satu anggota paguyuban.
Orang yang mendem itu lalu mengusap kepala dan membasuh pundak bayi berusia sekitar enam bulan itu dengan air kembang. Dengan seketika panas bayi menurun. Si ibu pun dihadiahi sebotol air, untuk mengusap kepala dan pundak anaknya jika sampai di rumah.
Atraksi dilanjutkan dengan tari-tarian mabuk atau penari yang mendem. Selain menyuguhkan atraksi yang memukau seperti memecut diri, penari yang mendem juga kadang melakukan aksi yang mengundang gelak tawa penonton seperti tingkahnya yang kekanak-kanakan, menggigit jari, saling mengejek atau merajuk.
Ada juga tarian kuda lumping, yang dibawakan oleh beberapa wanita dengan pakaian khas. Kuda lumping juga disebut jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna.
Sementara itu, selama pementasan, suasana diharumkan dengan bau kemenyan. Pentas juga dilengkapi dengan beberapa syarat yang kata Mbah Suro merupakan tradisi dari leluhur seperti ingkung ayam, pisang, kembang, kemenyan, nasi, minyak fanbo dan masih banyak lagi. “Tapi semua itu tidak untuk dimakan. Melainkan cuma syarat untuk menjaga kelancaran dan kenyamanan kita semua,” katanya.
REY/jambi-independent.co.id
Paguyuban yang berusia 15 tahun ini, dipimpin Suradi Bewok alias Mbah Suro. Dia mengatakan, ada beberapa jenis tari yang mengiringi penampilan dua Dadak Merak seperti Tari Warok, Tari Jatilan, Tari Bujang, Tari dadak merak dan tari-tarian mabuk.
Sebagai pentas pertama adalah Tari Warok, disusul dengan Tari Dadak Merak. Dadak Merak merupakan komponen utama dalam kesenian Reog. Tatanan bulu-bulu burung merak yang indah dipanggul kepala harimau (Cekathakan). Suatu perpaduan yang mempunyai nilai seni tinggi. Warna hijau mengkilap, cerah tampak lebih hidup ketika warna loreng Harimau menghiasi Dadak Merak. “Berat satu Dadak Merak itu mencapai 50 kilogram,” kata Mbah Suro.
Di tengah pementasan, penari yang kemasukan roh atau istilah dalam Reog Ponorogo disebut mendem, mengetahui ada seorang bayi sedang demam tinggi. Sang ibu yang saat itu menggendong bayinya terkejut kala ditanya apakah bayinya sedang sakit, oleh salah satu anggota paguyuban.
Orang yang mendem itu lalu mengusap kepala dan membasuh pundak bayi berusia sekitar enam bulan itu dengan air kembang. Dengan seketika panas bayi menurun. Si ibu pun dihadiahi sebotol air, untuk mengusap kepala dan pundak anaknya jika sampai di rumah.
Atraksi dilanjutkan dengan tari-tarian mabuk atau penari yang mendem. Selain menyuguhkan atraksi yang memukau seperti memecut diri, penari yang mendem juga kadang melakukan aksi yang mengundang gelak tawa penonton seperti tingkahnya yang kekanak-kanakan, menggigit jari, saling mengejek atau merajuk.
Ada juga tarian kuda lumping, yang dibawakan oleh beberapa wanita dengan pakaian khas. Kuda lumping juga disebut jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna.
Sementara itu, selama pementasan, suasana diharumkan dengan bau kemenyan. Pentas juga dilengkapi dengan beberapa syarat yang kata Mbah Suro merupakan tradisi dari leluhur seperti ingkung ayam, pisang, kembang, kemenyan, nasi, minyak fanbo dan masih banyak lagi. “Tapi semua itu tidak untuk dimakan. Melainkan cuma syarat untuk menjaga kelancaran dan kenyamanan kita semua,” katanya.
REY/jambi-independent.co.id
Comments
Post a Comment
Besar harapan kami dapat memberikan jembatan untuk dapat saling silaturahmi sesama warga Ponorogo dimanapun berada.
Tinggalkan komentar anda sebagai wujud partisipasi dukungan untuk kami. Terima kasih.