Pelestari Reyog di Bumi Melayu
Laporan: Fernando
PEKANBARU - Walau berada di Bumi Melayu, pria satu ini tetap memberikan dedikasinya terhadap kebudayaan daerah asalnya, Ponorogo, Jawa Timur yaitu Reog. Hal ini bentuk rasa cinta pada tanah kelahirannya.
Sularno, nama sosok Good Citizen kali ini, juga telah mengukir prestasi bersama anggota Padepokan binaannya yaitu Singo Taruno. Seperti pada Mei 2012 lalu saat menujarai Lomba Reog di Dharmasraya, Sumatera Barat.
"Semua itu adalah bentuk keinginan untuk tetap melestarikan Seni Reog Ponorogo," ungkap Sularno saat berbincang dengan Tribun.
Sebagai seniman Reog, pria berusia 41 tahun ini Sularno mengaku mulai mendirikan padepokan dari nol bersama 6 rekannya. Jalannya cukup berliku. Bahkan untuk tampil perdana, pada tahun 1991, Sularno kebingungan karena tidak memiliki Barongan untuk pertunjukan Reog.
Sularno bersama rekannya pun harus membuat Barongan selama satu minggu, karena mepetnya jadwal penampilan. Diawali dengan merangkai bulu merak untuk menjadi sebuah Barongan (Dadak Merak) pada Reog. Selanjutnya bulu merak dipasang mengembang di kerangka yang terbuat dari bambu dan rotan.
Kemudian dipadu dengan kepala harimau yang terbuat dari kerangka kayu, bambu, rotan dan ditutup dengan kulit harimau. Akhirnya Barongan berukuran panjang sekitar 2,25 meter dan lebar sekitar 2,30 meter itu bisa diselesaikan. "Semua untuk berkesenian," ujar pria berkumis itu ringan.
Dikatakan Sularno, sebenarnya membuat Barongan membutuhkan waktu hingga 30 hari. Tapi dirinya bersama para pendiri padepokan itu lembur membuatnya dalam seminggu. Lahirnya Barongan itu pada 24 November 1991, menandai berdirinya padepokan yang berlokasi di Kelurahan Tangkerang Utara, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru.
Pria kelahiran 10 maret 1969 lalu itu mengatakan bahwa dirinya kini menggeluti Reog untuk mengembalikan filosofi Reog di Kota Bertuah ini. Sehingga Seni Reog bisa diterima masyarakat tempatan dan makna kesenian Reog bisa disampai pada masyarakat.
"Apalagi saat awal berdiri, Reog hadir bukan sebagai kesenian, malah membawa kepentingan penguasa di masa itu," ulas pria yang menekuni Seni Reog sejak usia 22 tahun itu.
Satu filosofi Reog yang ingin disampaikan Sularno ialah menjaga tubuh tetap sehat. Seorang seniman Reog, katanya dituntut untuk selalu sehat. Terutama saat memainkan Barongan yang beratnya bisa mencapai 50 kg.
Di Padepokan itulah kini Sularno membina sekitar 60 anggota Padepokan. Sebanyak 25 orang merupakan pemain inti. Mereka terdiri dari 4 orang Warok, 8 orang Jathil (kuda lumping), 1 orang Kelono, 1 orang Barongan dan 1 orang Bujang Ganongan. Lalu ditambah 10 orang pemain musik untuk menabuh Gendang, Kenong, Selompret, Angklung, Gong dan Tipung. (cr10/TRIBUNPEKANBARU.COM)
Ilustrasi : Pertunjukkan Reyog Ponorogo |
Sularno, nama sosok Good Citizen kali ini, juga telah mengukir prestasi bersama anggota Padepokan binaannya yaitu Singo Taruno. Seperti pada Mei 2012 lalu saat menujarai Lomba Reog di Dharmasraya, Sumatera Barat.
"Semua itu adalah bentuk keinginan untuk tetap melestarikan Seni Reog Ponorogo," ungkap Sularno saat berbincang dengan Tribun.
Sebagai seniman Reog, pria berusia 41 tahun ini Sularno mengaku mulai mendirikan padepokan dari nol bersama 6 rekannya. Jalannya cukup berliku. Bahkan untuk tampil perdana, pada tahun 1991, Sularno kebingungan karena tidak memiliki Barongan untuk pertunjukan Reog.
Sularno bersama rekannya pun harus membuat Barongan selama satu minggu, karena mepetnya jadwal penampilan. Diawali dengan merangkai bulu merak untuk menjadi sebuah Barongan (Dadak Merak) pada Reog. Selanjutnya bulu merak dipasang mengembang di kerangka yang terbuat dari bambu dan rotan.
Kemudian dipadu dengan kepala harimau yang terbuat dari kerangka kayu, bambu, rotan dan ditutup dengan kulit harimau. Akhirnya Barongan berukuran panjang sekitar 2,25 meter dan lebar sekitar 2,30 meter itu bisa diselesaikan. "Semua untuk berkesenian," ujar pria berkumis itu ringan.
Dikatakan Sularno, sebenarnya membuat Barongan membutuhkan waktu hingga 30 hari. Tapi dirinya bersama para pendiri padepokan itu lembur membuatnya dalam seminggu. Lahirnya Barongan itu pada 24 November 1991, menandai berdirinya padepokan yang berlokasi di Kelurahan Tangkerang Utara, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru.
Pria kelahiran 10 maret 1969 lalu itu mengatakan bahwa dirinya kini menggeluti Reog untuk mengembalikan filosofi Reog di Kota Bertuah ini. Sehingga Seni Reog bisa diterima masyarakat tempatan dan makna kesenian Reog bisa disampai pada masyarakat.
"Apalagi saat awal berdiri, Reog hadir bukan sebagai kesenian, malah membawa kepentingan penguasa di masa itu," ulas pria yang menekuni Seni Reog sejak usia 22 tahun itu.
Satu filosofi Reog yang ingin disampaikan Sularno ialah menjaga tubuh tetap sehat. Seorang seniman Reog, katanya dituntut untuk selalu sehat. Terutama saat memainkan Barongan yang beratnya bisa mencapai 50 kg.
Di Padepokan itulah kini Sularno membina sekitar 60 anggota Padepokan. Sebanyak 25 orang merupakan pemain inti. Mereka terdiri dari 4 orang Warok, 8 orang Jathil (kuda lumping), 1 orang Kelono, 1 orang Barongan dan 1 orang Bujang Ganongan. Lalu ditambah 10 orang pemain musik untuk menabuh Gendang, Kenong, Selompret, Angklung, Gong dan Tipung. (cr10/TRIBUNPEKANBARU.COM)
Comments
Post a Comment
Besar harapan kami dapat memberikan jembatan untuk dapat saling silaturahmi sesama warga Ponorogo dimanapun berada.
Tinggalkan komentar anda sebagai wujud partisipasi dukungan untuk kami. Terima kasih.