Sidang Korupsi BPR Kab.Ponorogo Ditunda

38 Thn BPR Beroperasi Tanpa Ijin BI
Direktur Bank Kredit Pasar Budi Satrio (berseragam) dikonfontir dengan 2 saksi di Mapolres Ponorogo (lensaindonesia.com)
Sidang kasus korupsi dengan terdakwa mantan Direktur PT. Perusahaan Daerah Bank Pembiayaan Rakyat (PT.PD-BPR) sekaligus Kepala Inspoktorat Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur Drs.Achmad Budi Satrijo, M.Si Bin H.Umar Said yang dianggap merugikan keuangan Negara akibat terjadinya kredit macet sebesara Rp.4.377.122.000 miliar dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada, Senin (11/06) ditunda. Ditundanya siding tersebut karena saksi yang meringankan terdakwa tidak hadir.


Hal itu seperti yang disampaikan Drs.Achmad Budi Satrijo, M.Si (terdakwa) kepada Radaronline Biro Surabaya saat ditemui dihalaman gedung Tipikor PN Surabaya pada, Senin (11/06) sebelum sidang dimulai. Terdakwa hadir tanpa didampingi penasehat hukum (PH).

“ Agendanya pemeriksaan saksi yang meringankan tapi saksinya tidak bisa hadir jadi sidang hari ini ditunda. Pengacara saya tidak hadir karena memang sidang ditunda “ jawabnya.

Radaronline pun mengajak berbincang-bincang seputar kasus perkara yang menimpa diri terdakwa yang dijerat UU tindak pidana korupsi oleh jaksa penuntut umum (JPU) Yunianto dari kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo akibat kredit macet sebesar Rp.4.377.122.000 miliar. Terakwa malah merasa heran kalau dikatakan korupsi, Sebab uang BPR masih ada ditangan nasabah (debitur).

“ Saya malah heran kalau dikatakan korupsi. Uang masih ada di nasabah. Dan itupun ada yang sudah membayar baru-baru ini. Sebenarnya kasus ini ada PNS yang melaporkan karena merasa iri dan ingin diangkat jadi Inspektorat,“ ujarnya.

Terdakwa menjelaskan, pemberian kredit ada juga atas perintah mantan Sekretaris Daerah (Sekda) yaitu H.Luhur Karsanto.M.Si. Pada tahun 2009, ada temuan BPK. Untuk menutupi temuan itu, Sekda saat itu memerintahkan saya untuk meminjam uang milik BPR sebesar Rp.150 juta. Dan uang tersebut saya serahkan leawat Kabag Umum Bambang Tri Wahono.SH.,MH yang sekarang menjabat Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah kemudian uang tersebut diserahkan kepada H.Luhur. Ada tanda terima dan tanda tangan Pak Bambang. Tetapi saat diperiksa dikepolisian, mereka tidak mengaku. Tetapi saat diperiksa hakim sebagai saksi, mereka baru mengaku. Mungkin samapai saat ini belum ada pengembalalian.

Lebih lanjut Budi (terdakwa) mejelaskan, Kasus ini tidak murni dari hasil temuan BPKP. Tapi karena laporan itu tadi. Pada hal, tiap tahun selalu ada laporan dan pengawasan dari dewan pengawas. Setiap tahun dewan pengawas selalu melakukan pengawasan 3x setahun. Pertama, Satu bulan menjelang anggaran baru, pengesahan rancangan anggaran belanja BPR dan tutup anggaran baru. Dewan pengawas malakukan siding untuk melaporkan lagi keuangan neraca perhitungan rugi/laba. BPR sudah melakukan proses sesuai dengan Perda. Kalau mau dijadikan tersangka dalam perkara ini kenapa hanya saya. Seharusnya dewan pengawas juga,“ ujarnya kembali.

Saat ditanya mengenai proses pemberian pinjaman dari BPR kepada nasabah (debitur) terdakwa menjelaskan dan mengakui kalau pemberian kredit lewat diri terdakwa tetapi dengan cara pengambilan uang terlebih bdahulu dari Bank karena itu uangnya Bank. (FX.Jentar/Radar Online)

Comments

Popular posts from this blog

Reog Dulu dan Sekarang : di Balik Tirai Warok-Gemblak

Menikmati suasana pasar malam Ponorogo