Acara Tutup Grebeg Suro Ponorogo
Ketika Raja Wengker Keliling Kerajaannya
PONOROGO– Tuntas sudah perayaan Suro di Ponorogo.Hal ini ditandai dengan acara Tutup Grebeg Suro Somoroto yang dipusatkan di Lapangan Bantarangin, Kecamatan Kauman. Gelarannya berupa kirab pusaka dan pawai budaya.
Acara yang juga disebut Tutup Grebeg Suro Bantaranginan ini diawali dengan rekonstruksi keberangkatan Prabu Kelono Siswo Handono atau Kelono Sewandono menuju Kediri untuk melamar Putri Kerajaan Kediri, Putri Songgolangit.Raja Kerajaan Wengker II ini dihadirkan lengkap dengan pasukan putri pemanah,ksatria tombak serta pasukan berkuda yang dipimpin Patih tercintanya yang jenaka, Pujangga Anom atau lebih dikenal sebagai Bujang Ganong.
”Kegiatan ini digelar untuk mengingatkan kembali warga Ponorogo tentang asal muasal tari Reog Ponorogo yang sudah terkenal di seluruh dunia. Dari sinilah,dari Kerajaan Wengker II yang dipimpin Kelono Sewandono,” ungkap Ketua Yayasan Sosial dan Budaya Bantarangin, Hartono,kemarin.
Peristiwa yang diyakini terjadi tahun 1222 ini menjadi legenda yang kemudian memunculkan banyak versi tarian reog serta cerita tentang berdirinya Ponorogo. Lokasi awal kirab, yaitu Lapangan Bantarangin dipercaya sebagai lokasi Pondok Banter Angin yang dirintis Kelono Sewandono sebelum mendirikan Kerajaan Wengker II. Dalam kirab pusaka, ada tiga replika pusaka yang dibawa berkeliling daerah sekitar Kecamatan Kauman.
Yaitu Ageman Probo Swoso,Topeng Kencono dan Cemeti Saman Diman. Pusaka yang terakhir adalah senjata andalan Prabu Kelono Siswo Handono untuk melawan hewan buas dan juga musuh- musuhnya seperti tertuang dalam tari Reog Ponorogo. Kirab sendiri juga menandai pemerintahan Kabupaten Ponorogo yang sempat dua kali pindah.Perpindahan pertama dari sebelah timur atau Kutho Wetan ke Kutho Tengah atau Alun-Alun sekarang.
Sedangkan perpindahan kedua adalah dari Kutho Tengah ke Kutho Kulon atau daerah Somoroto saat ini.Lokasi ini adalah hutan bernama Wengker yang juga disebut Bantar Angin. ”Dengan mengetahui sejarah, kita berharap warga bisa lebih mencintai daerahnya.Juga mencintai kebudayaan dan keseniannya,”ujar Camat Kauman, Sugiyanto.
Sebanyak 144 kuda dikerahkan untuk mengangkut para tokoh replika prajurit, pembesar Kerajaan Wengker serta bupati dan wakilnya,jajaran muspida hingga para kepala dinas dan camat yang turut berkeliling dengan menggunakan dokar hias. Selain itu, warga juga turut berpartisipasi dalam pawai budaya ini.
Kebanyakan dari sekolah,mulai TK hingga SMA,lalu dari lembaga keuangan seperti koperasi hinga toko-toko di wilayah Kecamatan Kauman. Warga pun tampak antusias menyaksikan perhalatan ini. Ribuan warga tampak berjajar di sepanjang jalur yang dilewati. Kirab ini tidak hanya menghadirkan hiburan tapi juga sebagai pengingat sejarah kebesaran Ponorogo. (dili eyato/seputar-indonesia.com)
Monumen Kerajaan Bantarangin |
Acara yang juga disebut Tutup Grebeg Suro Bantaranginan ini diawali dengan rekonstruksi keberangkatan Prabu Kelono Siswo Handono atau Kelono Sewandono menuju Kediri untuk melamar Putri Kerajaan Kediri, Putri Songgolangit.Raja Kerajaan Wengker II ini dihadirkan lengkap dengan pasukan putri pemanah,ksatria tombak serta pasukan berkuda yang dipimpin Patih tercintanya yang jenaka, Pujangga Anom atau lebih dikenal sebagai Bujang Ganong.
”Kegiatan ini digelar untuk mengingatkan kembali warga Ponorogo tentang asal muasal tari Reog Ponorogo yang sudah terkenal di seluruh dunia. Dari sinilah,dari Kerajaan Wengker II yang dipimpin Kelono Sewandono,” ungkap Ketua Yayasan Sosial dan Budaya Bantarangin, Hartono,kemarin.
Peristiwa yang diyakini terjadi tahun 1222 ini menjadi legenda yang kemudian memunculkan banyak versi tarian reog serta cerita tentang berdirinya Ponorogo. Lokasi awal kirab, yaitu Lapangan Bantarangin dipercaya sebagai lokasi Pondok Banter Angin yang dirintis Kelono Sewandono sebelum mendirikan Kerajaan Wengker II. Dalam kirab pusaka, ada tiga replika pusaka yang dibawa berkeliling daerah sekitar Kecamatan Kauman.
Yaitu Ageman Probo Swoso,Topeng Kencono dan Cemeti Saman Diman. Pusaka yang terakhir adalah senjata andalan Prabu Kelono Siswo Handono untuk melawan hewan buas dan juga musuh- musuhnya seperti tertuang dalam tari Reog Ponorogo. Kirab sendiri juga menandai pemerintahan Kabupaten Ponorogo yang sempat dua kali pindah.Perpindahan pertama dari sebelah timur atau Kutho Wetan ke Kutho Tengah atau Alun-Alun sekarang.
Sedangkan perpindahan kedua adalah dari Kutho Tengah ke Kutho Kulon atau daerah Somoroto saat ini.Lokasi ini adalah hutan bernama Wengker yang juga disebut Bantar Angin. ”Dengan mengetahui sejarah, kita berharap warga bisa lebih mencintai daerahnya.Juga mencintai kebudayaan dan keseniannya,”ujar Camat Kauman, Sugiyanto.
Sebanyak 144 kuda dikerahkan untuk mengangkut para tokoh replika prajurit, pembesar Kerajaan Wengker serta bupati dan wakilnya,jajaran muspida hingga para kepala dinas dan camat yang turut berkeliling dengan menggunakan dokar hias. Selain itu, warga juga turut berpartisipasi dalam pawai budaya ini.
Kebanyakan dari sekolah,mulai TK hingga SMA,lalu dari lembaga keuangan seperti koperasi hinga toko-toko di wilayah Kecamatan Kauman. Warga pun tampak antusias menyaksikan perhalatan ini. Ribuan warga tampak berjajar di sepanjang jalur yang dilewati. Kirab ini tidak hanya menghadirkan hiburan tapi juga sebagai pengingat sejarah kebesaran Ponorogo. (dili eyato/seputar-indonesia.com)
di mana ya sy mt informasi yang lengkp mengenai kirab pusaka di bantarangin??? mkshhhhh
ReplyDelete