Sendratari Topeng Kolosal Reyog Sardulo Anorogo

Radar Jember
[ Selasa, 16 Maret 2010 ]
Kidung Anglana Sampaikan Kritik Sosial 
 
Paguyuban Reyog Batam/Dok: Pard

Pementasan Sendratari Topeng Kolosal Reyog yang digelar Paguyuban Seni Reyog Mahasiswa (PSRM) Sardulo Anorogo tadi malam benar-benar mampu membius penonton yang berjubel di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM). 

Selain menampilkan visualisasi gerak tari yang bercerita, pementasan tersebut juga menyampaikan sebuah kritik sosial.

Berangkat dari sebuah cerita Panji yang berkembang populer di Indonesia, khususnya di Jawa, sendratari Kidung Anglana mulai dibuat. Meski begitu, menurut sang sutradara Wahyu Bayu Prasetyan, sendratari ini penggarapannya tidak menggarap cerita Panji secara keseluruhan, tetapi penekanannya lebih kepada hasil ekspresi atau interpretasi secara penokohan Klana dalam cerita tersebut.

Bayu menambahkan, aksen dramatik dalam pertunjukan menggunakan struktur adegan yang non linier dan abstrak serta tidak berusaha mengurutkan cerita yang ada. Dengan konsep macam itu, diyakini dimensi suasananya akan tercipta secara beragam dalam kepala penontonnya.

"Visualisasi gerak yang kami munculkan di panggung bukanlah penokohan secara saklek. Melainkan roh atau jiwa sosok Klana yang coba dimunculkan," ujar Bayu. Pementasan tersebut diawali dengan pemunculan sosok Klana dengan mengenakan topeng merah, yang diperankan Bayu. Kemudian, penari-penari yang berjumlah 16 orang mulai menari setelah sosok Klana meninggalkan tempat usai membuka topengnya.

Raja Klana Sewandana sendiri adalah tokoh dalam reyog. Pencitraan terhadap dirinya adalah sebagai seorang raja yang sedang jatuh cinta, namun tidak bisa menggapai cinta dari seorang perempuan yang ingin dijadikan pendamping. "Kami ingin menampilkan tarian yang menceritakan roh Klana di masing-masing penari. Jadi setiap penari dapat dikatakan sebagai lambang roh sosok Klana," tukasnya.

Pesan yang disampaikan dalam tari tersebut bersifat kritik sosial. Menurut Bayu, meski tarian tersebut baru sepertiga jadi, namun pesan yang disampaikan terangkum dalam ending cerita. "Dari dulu, sejak zaman Majapahit hingga saat ini, seorang raja pasti tak akan lepas dari sosok perempuan. Disebutkan di dalam cerita Panji, perempuan adalah sebagai konco wingking untuk seorang raja dalam berjalan. Dan keperkasaan seorang perempuan, kami tampilkan di bagian ending-nya," jelas laki-laki yang masih tercatat sebagai mahasiswa di ISI Surakarta ini.

Lebih lanjut Bayu menjelaskan, raja yang dimaksudkan dalam sendratari tersebut juga berarti raja dalam kelompok masyarakat, pemerintahan negara, dunia, dan juga dalam sebuah keluarga. "Seorang laki-laki akan menjadi pemimpin yang baik jika di belakangnya ada seorang perempuan yang menemaninya," paparnya.

Sementara itu, Ketua PSRM Sardulo Anorogo Fahmi Mubaroq Ali Akbar mengatakan, pementasan ini dibuat sebagai rangkaian diklat perekrutan anggota ukm Seni PSRM Sardulo Anorogo. "Kebetulan, saya berteman baik dengan Bayu. Jadi ini bukan kerja sama antar lembaga Unej dengan ISI. Namun lebih kepada hubungan pertemanan. Kami sepakat membuat sebuah karya. Dan jadilah sendratari ini dengan proses selama dua minggu," ujarnya.

Sedangkan menurut Suharto, dosen Sastra Unej sekaligus berperan sebagai direktur artistic pementasan tersebut, pementasan sendratari itu sebagai wujud untuk melestarikan budaya bangsa yang kini semakin menjadi anak tiri dalam sebuah wacana. "Membicarakan kebudayaan pada masa sekarang hampir dilakukan banyak orang, tapi soal ekspresi kesenian tidak banyak orang yang memahami kebudayaan," ujarnya.

Dikatakan, kesenian sebagai wujud kebudayaan acapkali mengerucut pada berapa harga lemari antik atau berapa wisatawan yang mengunjungi candi Borobudur dan berbagai hal yang berkaitan dengan materi.

"Budaya bangsa sudah menutup diri semakin jauh dari bentuk kesenian yang adi luhung dan menjadi cita-cita umat manusia yang beradab. Sisi spiritual itu telah menghilang dengan sendirinya. Karena itu, kami mencoba mendobrak hal itu dalam sebuah pementasan meski baru sepertiganya yang jadi,"
paparnya.

Menurut dia, bekerja sama dengan Bayu yang sudah memiliki banyak pengalaman di bidang seni kontemporer, adalah hal yang luar biasa. Apalagi, Bayu juga mempunyai link yang akan menggiring PSRM Sardulo Anorogo mengikuti festival Cak Durasim di Surabaya.

"Kami akan meneruskan proses kami agar menjadi utuh. Rencananya, kami juga akan mengirimkan karya kami, ke ANMARO, sebuah lembaga promosi kesenian ASIA yang berpusat di Amsterdam. Kebetulan Bayu mempunyai link di sana,"
pungkasnya. (fit)

Comments

Popular posts from this blog

Reog Dulu dan Sekarang : di Balik Tirai Warok-Gemblak

Menikmati suasana pasar malam Ponorogo