Paguyuban Warga Ponorogo di Bali

Kesenian Reyog di Bali Rokok dan Kemenyan Didatangkan dari Ponorogo 

KESENIAN Reyog Ponorogo turut tampil memeriahkan perayaan HUT ke-18 Kota Denpasar di Taman Budaya Denpasar, Selasa (2/3). Mereka tergabung dalam Paguyuban Warga asal Ponorogo di Bali yang berdiri tahun 2002. Mulyono, salah seorang pendiri paguyuban tersebut mengungkapkan ide mendirikan paguyuban muncul saat ia menampilkan reog dalam acara khitanan putranya. “Kami datangkan semua peralatan termasuk pengrajin dari Ponorogo,” ungkapnya. Bersama dua rekannya, Hendrik dan Suprapto, ia mendirikan Paguyuban Warga Ponorogo di Bali.

Ketua Paguyuban Suprapto mengatakan, paguyuban ini sebagai sarana komunikasi antarwarga asal Ponorogo, Jatim, yang menetap di Bali. Ia menjelaskan kesenian reyog yang dikelolanya kerap tampil di berbagai kegiatan dengan mendapat bayaran. Sebagian hasilnya diperuntukkan kas, sebagian lagi dibagikan kepada para pemain. “Uang kas digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan seperti suka duka anggota paguyuban, yakni jika ada warga sakit, dan punya hajat seperti pernikahan maupun khitanan. Jika ada warga asal Ponorogo baru datang di Bali kami membantu mencarikan pekerjaan dan memberikan bantuan modal tanpa bunga,” katanya. Paguyuban ini juga mengadakan kegiatan arisan rutin tiap bulan di rumah anggotanya, bergiliran.

Reyog Ponorogo pernah tampil di hotel, mengisi acara pernikahan dan khitanan berdasarkan undangan. Juga, tampil di ASEAN Beach Game dan Festival Kota Denpasar.
“Warga Ponorogo yang mengundang dalam acara pernikahan atau khitanan, tanpa dipungut bayaran,” katanya.

Suprapto menuturkan segala keperluan pementasan seperti reyog, kostum, alat musik bahkan rokok gerindra dan kemenyan didatangkan dari Ponorogo. “Di Ponorogo banyak warga yang menjadi pengrajin reyog. Selain menjadi pemain reog mereka juga membuat barang yang berkaitan dengan kebutuhan kesenian reyog seperti sabuk kulit,” katanya.

Pemain reyog terdiri atas 5 pemain barong, 12 warok, 4 orang pemain jatilan atau jaranan, 2 bujanganom atau patih, 2 penabuh gendang, 2 penabuh gong, 2 orang penabuh kenong, 4 orang penabuh angklung, 2 peniup slompret dan 2 penabuh gendang.
Tempat berlatih di sekretariatnya di Jalan Pidada Denpasar. “Yang terasa sulit sekarang ini mencari pemain jatilan di kalangan anak-anak,” ujarnya.

Mulyono menambahkan, pihaknya berkeinginan memiliki sekretariat yang tidak menumpang di rumah anggota Paguyuban, dengan jalan membangun gedung yang berfungsi serba guna, termasuk sebagai tempat kegiatan para tukang kulit yang merupakan pekerjaan sebagian besar warga asal Ponorogo di Bali. – tin.Sumber disini

Comments

  1. Sya pngin ikut pguyuban reog bali, krna sya suka Kesenian,pngin melestrikan budya yng kita miliki,tpi sya bkn warga ponorogo,bleh gk sya ikut

    ReplyDelete

Post a Comment

Besar harapan kami dapat memberikan jembatan untuk dapat saling silaturahmi sesama warga Ponorogo dimanapun berada.
Tinggalkan komentar anda sebagai wujud partisipasi dukungan untuk kami. Terima kasih.

Popular posts from this blog

Reog Dulu dan Sekarang : di Balik Tirai Warok-Gemblak

Menikmati suasana pasar malam Ponorogo